BERITA UTAMA

BPK Serahkan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) ke Presiden

Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016 kepada Presiden RI Joko Widodo, di Istana Bogor, Selasa (23/5). BPK memberikan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LKPP 2016 tersebut.

Pemeriksaan terhadap LKPP tahun 2016 merupakan pemeriksaan atas pertanggungjawaban Pemerintah Pusat atas pelaksanaan APBN Tahun 2016. Ketua BPK menyampaikan apresiasi kepada Presiden, Wakil Presiden, dan jajaran Pemerintah Pusat yang telah berupaya keras melakukan perbaikan.

Dalam paparannya Ketua BPK menyebutkan, setelah 12 tahun sejak LKPP Tahun 2004, ini adalah pertama kalinya Pemerintah berhasil memperoleh opini WTP atas LKPP. “Upaya Pemerintah dilakukan dengan tidak adanya suspen dalam LKPP Tahun 2016. Pemerintah berhasil menyelesaikan suspen dengan membangun single database melalui e-rekon dan sistem informasi penyusunan LKPP yang lebih baik,” katanya.

Upaya perbaikan yang dilakukan Pemerintah juga terlihat pada capaian opini WTP atas 73 Laporan Keuangan Kementerian Negara Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum (BUN). Jumlah ini mencapai 84% dibanding tahun lalu hanya 65% LKKL memperoleh WTP. Opini WTP pada 73 LKKL dan 1 LKBUN memberi kontribusi yang signifikan pada opini WTP LKPP Tahun 2016.

Namun demikian, BPK juga memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada 8 LKKL (9%) dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) pada 6 LKKL. Opini WDP atas 8 LKKL dan opini atas 6 LKKL tersebut tidak berpengaruh secara material terhadap LKPP Tahun 2016.

Kemudian terdapat delapan rekomendasi yang diberikan BPK kepada pemerintah. Pertama, yakni mengintegrasikan sistem informasi, penyusunan laporan keuangan pemerintah, sistem informasi pendapatan belanja negara dan sistem informasi aset negara, khususnya piutang pajak, piutang bukan pajak, persediaan, aset tetap dan aset tidak berwujud.

Kedua, selesaikan tarif PPh migas antara tarif yang diatur dalam produk sharing kontrak dan perlakuan tarif dalam tax treaty dalam rangka pengamanan kepentingan negara. “BPK juga merekomendasikan untuk menetapkan strategi manajemen resiko atas tidak berfungsinya anggaran sebagai alat kendali belanja subsidi,” lanjutnya.

Keempat, BPK juga menyarankan agar pemerintah menetapkan pertanggungjawaban kewajiban publik angkutan orang dengan kereta api. Ketua BPK mengatakan, pemerintah juga perlu menetapkan mekanisme pengendalian penganggaran, dana alokasi khusus atau DAK, serta fisik bidang sarana dan prasarana penunjang dan tambahan DAK.

Sementara keenam, menetapkan kebijakan terkait tindakan khusus penyelesaian aset negatif Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Ketujuh, menyelesaikan kelebihan pembayaran atau penyimpangan pelaksana belanja negara. “Dan terakhir yakni pemerintah diminta meningkatkan peran aparat pengawas internal pemerintah (APIP) dalam pengelolaan pertanggungjawaban APBN di lingkungan kementerian dan lembaga,” ujarnya.

Sementara itu, Presiden menyampaikan rasa syukurnya, karena setelah 12 tahun untuk pertama kalinya Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). “Ini adalah sebuah kerja keras kita selama ini, oleh kementerian/ lembaga dalam penggunaan uang rakyat, penggunaan APBN,” kata Presiden.

Diakui Presiden, masih ada kementerian/ lembaga yang mendapatkan opini WDP dan disclaimer (Tidak Memberikan Pendapat). Untuk itu, Presiden meminta agar segera dibentuk gugus tugas atau task force khusus, terutama yang disclaimer, agar bisa meloncat langsung ke WTP.

Bagikan konten ini: