BERITA UTAMA

Serahkan LHP kepada 12 K/L, BPK Memberikan Opini WTP

Opini atas laporan keuangan bukan merupakan destinasi tetapi merupakan suatu tahapan tertentu untuk mencapai suatu derajat akuntabilitas yang reliable dari seluruh proses pertanggungjawaban penggunaaan keuangan negara. Opini adalah ukuran akuntabilitas dari pengelolaan keuangan yang ada di masing-masing entitas. Dengan opini inilah maka kita dapat mengukur proses akuntabilitas di suatu entitas tertentu. Hal itu diungkapkan Anggota II BPK, Agus Joko Pramono dalam sambutannya dalam acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan Tahun 2016 di Lingkungan Auditorat Keuangan Negara II di Auditrium Kantor Pusat BPK, Jumat (26/5).

Pemeriksaan laporan keuangan untuk mendapatkan opini tidak dirancang untuk mencari ada atau tidak adanyan fraud. Pemeriksaan yang dibuat untuk menghasilkan opini atas laporan keuangan dirancang untuk melihat kesesuaian antara laporan keuangan dengan standar yang telah disepakati, dengan demikian opini ini hanya memberikan reasonable assurance yaitu keyakinan yang wajar atas nilai-nilai yang ada dengan anggapan bahwa nilai-nilai tersebut terbebas dari salah saji yang materiil.

“Opini tidak menjamin bahwa terjadi tindak pidana dalam penyusunan laporan keuangan” tegas Anggota II BPK.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016, banyak disumbang oleh opini WTP dalam kementerian/ lembaga di lingkungkuan Auditorat Keuangan Negara II.

11 Laporan Keuangan Kementerian/ Lembaga dan 1 LKBUN tahun 2016 di Lingkungan Auditorat Keuangan Negara II beropinikan WTP dan hanya 1 yang mendapatkan opinion Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Sementara itu Ketua BPK, Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, rekomendasi BPK atas LHP LKPP Tahun 2016 antara lain pertama, mengintegrasikan sistem informasi pengelolaan dan penyusunan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN baik di tingkat kementerian dan lembaga dan di tingkat Bendahara Umum Negara. Kedua menyelesaikan kelebihan pembayaran penyimpangan pelaksanaan belanja negara.

“Pengelolaan belanja yang mengandung indikasi kecurangan, persengkongkolan, dan pemalsuan atau indikasi pidana harus diselesaikan, oleh karenanya sesuai ketentuan dalam SPKN harus menyampaikan ke instansi yang berwenang atau ke aparat penegak hukum”, tegas Ketua BPK.

Ketiga, meningkatkan pengawasan dan pengendalian Barang Milik Negara. Keempat menetapkan kebijakan terkait tindakan khusus penyelesaian aset negatif dana jaminan sosial kesehatan. Kelima meningkatkan peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN di lingkungan kementerian/ lembaga.

Ketua BPK berharap data pengelolaan APBN dapat diberikan akses online kepada BPK sehingga pemeriksaan dapat lebih efisen dan efektif. Untuk itu MOU akses data dalam rangka e-audit perlu dukungan pemerintah untuk dilanjutkan dan ditingkatkan efektifitas implementasinya.

Selain Ketua BPK, dan Anggota II BPK, hadir dalam penyerahan LHP tersebut antara lain Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brojonegoro.

Bagikan konten ini: