BERITA UTAMA

Sosialisasi Tentang Pemahaman Pengelolaan Dana Desa Bersama BPK RI

Anggota VI BPK, Harry Azhar Azis menjadi keynote speaker pada acara Sosialisasi Peran, Tugas dan Fungsi BPK dalam Sosialisasi Pengawasan Pengelolaan Dana Desa di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Kamis, (12/4). Selain Anggota VI BPK, hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini, Wakil Ketua BPK, Bahrullah Akbar, yang memaparkan tentang Mencari Model Pengawasan Keuangan Desa dalam Mewujudkan Good Village Governance, serta Anggota II BPK, Agus Joko Pramono yang memaparkan tentang Peran, Tugas dan Fungsi BPK dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Desa.

Sosialisasi tersebut dihadiri oleh para camat dan kepala desa se-Provinsi NTB, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman para perangkat desa terkait penggunaan dan pertanggungjawaban dana desa agar dikelola secara akuntabel dan transparan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dalam paparannya Anggota VI BPK mengatakan, pemeriksaan pengelolaan dana desa merupakan tugas yang diamanatkan kepada BPK. Besarnya anggaran dana desa setiap tahunnya terus berkembang, pada tahun 2015 sebesar Rp20 trilyun, tahun 2016 sebesar Rp47 trilyun, tahun 2017 sebesar Rp81 trilyun, tahun 2018 sebesar 103 trilyun dan pada tahun 2019 akan dianggarkan sebesar Rp111 trilyun.

Pengelolaan keuangan negara termasuk di dalamnya pengelolaan dana desa, harus bersifat terbuka atau transparan yang berarti harus dapat diketahui oleh seluriuh rakyat. Selain itu juga harus bersifat bertanggung jawab atau akuntabel, yang berarti dalam pengelolaan keuangan harus taat kepada peraturan perundang-undangan dan pengelolaan keuangan juga harus ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Sementara itu, Anggota II BPK pada kesempatan tersebut mengatakan BPK melihat komposisi anggaran dalam Rencana Anggaran dan Belanja Desa yang ada pada saat ini tidak mengarah kepada apa yang seharusnya menjadi kebutuhan pokok untuk masayarakat desa.

Pengelolaan dana desa tidak akan terlaksana dan terimplementasi dengan baik jika tidak ada evaluasi dalam pelaksanaannya, salah satunya dengan melibatkan masyarakat untuk mencegah ketidakpercayaan masyarakat kepada pengelola anggaran dana desa. Untuk itu diharapkan aparat perangkat desa transparan dalam pengelolaan dana desa kepada masyarakatnya.

Penyebab potensi permasalahan yang akan timbul dari pengelolaan dana desa adalah regulasi yang relatif baru yang belum sepenuhnya dipahami oleh pelaksana di daerah yaitu pemerintah desa, pemerintah kabupaten dan kota selaku pembina dan sekaligus pengawas. Selain itu besarnya dana yang harus dikelola oleh pemerintah desa belum selaras dengan kemampuan SDM di desa yang beragam, kondisi geografis yang sangat luas serta jumlah pendiuduk dan luas wilayah yang bervariasi.

“Ada beberapa prinsip dasar yang harus dilakukan oleh pengelola dana desa agar tidak menjadi permasalahan hukum atau dianggap fraud, antara lain tidak untuk kepentingan pribadi. Kemudian setiap apapun yang dibelanjakan harus disertai dan diciptakan bukti baik bukti internal maupun bukti eksternal dan yang terakhir bukti belanja harus dicatat dan catatan yang telah dibuat harus dilaporkan secara periodik kepada atasan”, jelas Anggota II BPK.

Selain itu Wakil Ketua BPK mengatakan dalam hal membangun desa ada tiga kementerian yang terlibat yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Desa PDTT dan Kementerian Dalam Negeri, dimana seringkali persoalan datang dari tiga kementerian tersebut, seperti persoalan pendamping, penyusunan laporan keuangan atau alokasi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Perkembangan alokasi dana desa pada tahun 2018 telah mencapai Rp 60 trilyun, ini adalah berkah dari pembangunan yang terus meningkat sehingga diharapkan dapat membangun Indonesia hingga ke wilayah pinggiran.

“BPK telah memformulasikan, bahwa untuk prioritas pemeriksaan dana desa ke depannya adalah berupa pemeriksaan kinerja” tutur Wakil Ketua BPK

Bagikan konten ini: