BERITA UTAMA

BPK Dorong Kontribusi Energi Baru Terbarukan Dalam Bauran Energi Nasional

JAKARTA, Humas BPK - Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV, Isma Yatun menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja atas Pemeriksaan Program Peningkatan Kontribusi Energi Baru Terbarukan dalam Bauran Energi Nasional Tahun 2017 - 2019 pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), di Kantor Pusat BPK, pada Selasa (4/2/2020).

Penyerahan LHP tersebut, diserahkan secara langsung oleh Anggota IV BPK dengan didampingi oleh Plt. Auditor Utama Keuangan Negara IV, Syamsudin kepada Menteri ESDM, Arifin Tasrif.

Dalam sambutannya, Anggota IV BPK mengatakan pada tahun 2015 energi baru terbarukan ditargetkan dapat berkontribusi dalam bauran energi nasional dapat mencapai 9,83%, namun realisasinya hanya 4,4%. Pada tahun 2019 ditargetkan 12,25% namun sampai dengan tahun 2018 diperkirakan baru mencapai 8,55%. BPK mengapresiasi kenaikan kontribusi dari 4,4% pada tahun 2015 menjadi 8,55% pada tahun 2018, akan tetapi capaian tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan target yang ditetapkan.

Hal ini yang menjadi latar belakang BPK perlu melakukan pemeriksaan kinerja atas Program Peningkatan Kontribusi Energi Baru Terbarukan dalam Bauran Energi Nasional. Karena menurut BPK pencapaian kontribusi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional perlu ditingkatkan dalam pencapaian kinerjanya.

BPK bersama-sama Kementerian ESDM merumuskan kriteria untuk mengukur indikator-indikator keberhasilan dalam pengelolaan program peningkatan energi baru terbarukan. Selanjutnya BPK memeriksa dengan menggunakan metodologi sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) serta pentunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pemeriksaan kinerja yang diterbitkan oleh BPK.

Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa program pemerintah untuk meningkatan kontribusi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional kurang efektif. Terdapat beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah, yaitu koordinasi kebijakan lintas sektoral yang belum mendukung upaya pencapaian target peningkatan kontribusi energi baru terbarukan. Hal ini dilihat dari adanya disharmonisasi kebijakan baik di dalam Kementerian ESDM sendiri maupun antara Kementerian ESDM dan kementerian lainnya.

Permasalahan yang lainnya adalah proses perizinan yang rumit serta banyaknya dokumen yang dipersyaratkan untuk memulai usaha adalah salah satu penyebab lambatnya pengebangan energi terbarukan di Indonesia. Kami mengapresiasi pemerintah telah menyusun Sistem Online Single Submission pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), namun implementasi sistem ini belum terintegrasi sehingga para pengusaha yang mengurus perizinan energi baru terbarukan masih banyak yang mengeluhkan tentang kesulitan pengurusan perizinan seperti pengurusan yang rumit serta dokumen yang dipersyaratkan dan kadang-kadang berulang-ulang diminta karena belum terintegrasi. Selain itu persyaratan di tiap-tiap daerah juga berbeda-beda, hal ini menyulitkan bagi pengusaha yang mengurus perizinan pengelolaan energi baru terbarukan.

“Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan agar Kementerian ESDM mengkoordinasikan dan mendorong kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah untuk menyederhanakan proses perizinan pengelolaan energi baru terbarukan dengan meninjau ulang peraturan-peraturan yang telah diterbitkan oleh masing-masing instansi terkait”, ungkap Anggota IV BPK.

Bagikan konten ini: