BERITA UTAMA

BPK RI Harus Berperan dalam Pemberantasan Korupsi

Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI), sebagai institusi negara, harus memiliki peran dalam mempercepat pemberantasan tindak pidana korupsi. Jika diyakini adanya indikasi kerugian negara, BPK RI akan segera melaporkannya kepada Aparat Penegak Hukum (APH). "BPK RI harus berperan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, siapa yang tidak sanggup, siapa yang tidak siap, Anda minggir," tegas Ketua BPK RI, Rizal Djalil ketika membuka dan memberikan pengarahan kepada peserta rapat koordinasi teknis (Rakornis) Auditorat Keuangan Negara V dan VI BPK RI di Kantor Perwakilan BPK RI Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar, 24 Juni 2014.

Ketua BPK RI mengatakan bahwa tugas BPK RI adalah melaksanakan pemeriksaan, sedangkan yang menentukan terjadinya korupsi atau tidak adalah APH. "Yang menentukan apakah benar korupsi atau tidak adalah bareskrim, jampidsus, penyidik, tugas kita adalah melakukan pemeriksaan," ungkap Ketua BPK RI di hadapan Kabareskrim Polri Irjen Pol. Suhardi Alius, Jampidsus Widyo Pramono, Deputi Penindakan KPK, Warih Sadono dan Deputi Investigasi BPKP, Eddy Mulyadi Soepardi.

Selain itu, Ketua BPK RI mengharapkan adanya perbaikan terhadap kualitas laporan keuangan negara/daerah dan kualitas rekomendasi BPK RI. "Ini yang betul-betul harus kita bahas dan bicarakan untuk peningkatan kualitas laporan," jelas Ketua BPK RI didampingi Anggota V BPK RI, Agung Firman Sampurna dan Anggota III BPK RI sekaligus Plt. Anggota VI BPK RI, Agus Joko Pramono.

Ketua BPK RI mengungkapkan bahwa negara telah memberikan fasilitas yang cukup besar kepada BPK RI. Untuk itu, BPK RI harus memberikan kontribusi dalam perbaikan tata kelola keuangan negara dan pemberantasan tindak pidana korupsi. "Bagi saya, Undang-Undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan sudah sangat cukup menjadi instrumen bagi BPK RI untuk bekerja," ungkapnya.

Dijelaskan juga bahwa BPK RI memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan melaporkan indikasi tindak pidana korupsi kepada APH. Untuk itu, dibutuhkan keberanian mengungkapkan kebenaran, kemampuan menyajikan secara profesional dan berkualitas, serta mampu diuji di depan pengadilan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal BPK RI, Hendar Ristriawan melaporkan bahwa Rakornis ini dihadiri oleh para Auditor Utama (Tortama), Inspektur Utama (Irtama), Kaditama Binbangkum, Staf Ahli BPK RI, para Kepala Perwakilan, Kepala Sub Auditorat, serta pejabat fungsional pemeriksa di wilayah Barat maupun Timur. Seluruh peserta Rakornis dengan tema "Peningkatan Kualitas Pemeriksaan Keuangan Negara/Daerah dan Peran BPK dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi" ini berjumlah 165 orang.

Dilaporkan juga, agenda utama Rakornis adalah strategi atau upaya untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan BPK, evaluasi pelaksanaan pemeriksaan di Perwakilan BPK RI tahun 2013, serta diskusi terkait metode perhitungan kerugian negara/daerah dalam pengadaan barang/jasa.

Agenda lainnya yaitu implementasi sistem aplikasi pemeriksaan LKPD dan aplikasi Informasi dalam genggaman (IDAMAN) dalam mendukung pemeriksaan BPK RI. Selanjutnya dibahas juga mengenai rencana pemeriksaan tematik terkait dengan penyediaan air bersih, Dana Pemilu dan Sertifikasi Guru. "Dengan adanya berbagai pemanfaatan teknologi informasi diharapkan hasil pemeriksaan BPK lebih optimal," ungkap Sekretaris Jenderal.

Sesuai dengan tugasnya, BPK RI menyampaikan hasil pemeriksaan kepada lembaga perwakilan dan pemerintah. Selain itu, BPK RI juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan temuan pemeriksaan yang berindikasi tindak pidana korupsi kepada APH. Untuk itu, lanjut Hendar Ristriawan, Rakornis mengundang para narasumber dari KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan BPKP untuk memberikan masukan terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Bagikan konten ini: