BERITA UTAMA

Entry Meeting, Jelang Pemeriksaan LKKL Tahun 2019

Pengeloaan risiko (risk management) merupakan hal yang sangat penting untuk digunakan sebagai pedoman untuk menjaga dalam melaksanakan tugas sebagai pengelola keuangan negara. Oleh karena itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah membuat kebijakan yaitu peguatan dalam penilaian risiko (risk assessment) yang merupakan langkah awal dari proses pengelolaan risiko.

Demikian dikatakan Ketua BPK, Agung Firman Sampurna dalam sambutannya pada acara Taklimat Awal (entry meeting) Pemeriksaan Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2019 atas Kementerian di lingkungan Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) IV, pada Senin (6/1/2020) di Auditorium Kantor Pusat BPK, Jakarta.

“Risk assessment terdiri dari lima hal, tetapi dua hal yang hal utama adalah Matrik Risiko Bisnis (Business Risk Matrix) dan Matrik Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk Assessment Matrix). Dua hal tersebut penting dilakukan oleh entitas yang diperiksa dan juga dilakukan oleh pemeriksa sebagai bagian dari risk assessment dalam melaksanakan pemeriksaan” ujar Ketua BPK.

Matrik risiko bisnis adalah suatu informasi tentang seluruh kondisi atau peristiwa yang memiliki risiko signifikan dan dapat mengakibatkan entitas yang diperiksa gagal dalam mencapai tujuan. Risiko kegagalan tersebut dapat berpengaruh dalam laporan keuangan, efisiensi dan efektifitas serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Sedangkan Matrik Penilaian Risiko Kecurangan adalah penilaian yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendeteksi adanya risiko kecurangan yang berpotensi mengakibatkan salah saji dalam laporan keuangan. Jenis kecurangan ada tiga kategori yaitu korupsi, penyalahgunaan aset dan penyajian yang menyesatkan.

Sementara itu Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV, Isma Yatun dalam sambutannya mengatakan opini terhadap kementerian di lingkungan AKN IV sudah cukup bagus, karena lima dari enam kementerian telah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sedangkan satu kementerian lagi memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Akan tetapi opini atas suatu laporan keuangan itu tidak statis, bisa naik dan juga bisa turun.

Oleh karena itu BPK mengharapkan untuk yang telah memperoleh opini WTP selalu mempertahankannya dengan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi dari BPK untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan selalu berinovasi untuk mengelola keuangan negara untuk menjadi lebih baik.

“Selain itu kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan selalu dijaga agar setiap rupiah pengeluaran negara dipergunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat”, tegas Isma Yatun.

Sedangkan untuk kementerian/lembaga yang belum memperoleh opini WTP tentunya harus bekerja keras untuk menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi BPK, khususnya yang berkaitan dengan akun-akun yang dikecualikan dan tentunya saja harus memperbaiki kelemahan-kelemahan SPI yang terjadi, serta menjaga kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pendekatan audit yang dilakukan dalam pemeriksaan ini adalah Risk Based Audit (RBA), yaitu dalam pemeriksaan difokuskan pada aspek-aspek yang berisiko terkait akun atau satuan kerjanya, agar para pemeriksa BPK memperoleh keyakinan mengenai kewajaran penyajian suaitu akun dalam penentuan opini. Ada beberapa akun yang menurut BPK mempunyai risiko penyimpangan pada setiap kementerian/lembaga yaitu akun belanja barang dan persediaan, belanja modal dan aset tetap, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) beserta piutangnya.

Selain Ketua BPK dan Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV, hadir juga dalam kegiatan ini Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri PUPR, Basuki Hadi Mulyono, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, Menteri LHK, Siti Nurbaya, Menteri Kelautan Perikanan, Edhy Prabowo, serta Menteri ESDM, Arifin Tasrif.

Bagikan konten ini: