Reformasi UU Keuangan Negara Untuk Transparansi dan Akuntabilitas
Reformasi di berbagai aspek kehidupan telah membangkitkan kesadaran masyarakat, penyelenggara negara, dan pemerintah tentang perlunya pengelolaan keuangan negara yang akuntabel dan transparan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Reformasi bidang keuangan negara ditandai dengan terbitnya paket tiga UU bidang keuangan negara, yaitu UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara dan UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Ketiga UU tersebut telah memberikan landasan yang kokoh dalam pengelolaan keuangan negara, ujar Wakil Ketua BPK RI, Hasan Bisri, saat menjadi pembicara pada acara kuliah umum dengan tema “Pemeriksaan Keuangan Negara dan Peran BPK RI dalam Penegakan Hukum di Indonesia” yang dilaksanakan pada Senin, 18 November 2013, di Aula Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta.
UU Keuangan Negara telah mempertegas definisi keuangan negara sehingga dapat menghindari perbedaan pendapat tentang lingkup keuangan negara. Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Keuangan negara harus dikelola secara tertib, ekonomis, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan keuangan negara harus mengikuti ketentuan dan menghasilkan out put dan out come yang efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan serta harus dikelola oleh orang-orang yang berkompeten, profesional disertai pedoman yang jelas sesuai dengan azas-azas tata kelola yang baik.
Sesuai amanat konstitusi, BPK RI diberi mandat untuk mengawal agar pengelolaan keuangan negara mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan, akuntabel, dan transparan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK RI ditujukan untuk memberikan pendapat atas kewajaran penyajian laporan keuangan. “BPK RI tidak meyatakan kebenaran atas laporan keuangan, tetapi kewajaran atas laporan keuangan, karena laporan keuangan tidak dimaksudkan untuk menilai keberhasilan proyek/program/kegiatan, menilai efisiensi dan penghematan penggunaan sumber daya, serta menemukan unsur tindak pidana”,jelas Wakil Ketua BPK RI, dihadapan Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Ade Saptono, para Dosen, staf pengajar dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasila.
Pada kesempatan tersebut, Wakil Ketua BPK RI juga menjelaskan mengenai peran BPK RI dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Komitmen BPK RI dalam pemberantasan korupsi tertuang dalam salah satu misi BPK RI yaitu berperan aktif dalam menemukan dan mencegah segala bentuk penyalahgunaan dan penyelewengan keuangan negara.
Peran BPK RI tersebut antara lain apabila di dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK RI wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum, paling lambat satu bulan sejak diketahuinya unsur pidana tersebut. Poin ini yang menunjukan bahwa BPK RI mempunyai peran dalam penegakan hukum. Hampir semua kasus-kasus besar yang ditangani oleh KPK kecuali operasi tangkap tangan berasal dari temuan BPK RI.
Selain itu, semua jenis pemeriksaan BPK RI menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai kriteria dalam melakukan penilaian. Ketaatan pada peraturan merupakan unsur utama dalam penilaian. BPK RI juga dapat melakukan pemeriksaan lanjutan atas temuan Tindak Pidana korupsi (TPK) atas permintaan Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK. Selanjutnya, dalam rangka proses peradilan kasus TPK, BPK RI dapat menunjuk pejabatnya untuk memberikan keterangan ahli di muka pengadilan sesuai dengan permintaan jaksa atau majelis hakim.