BANNER SLIDE

BPK : 2015, Audit Kinerja Meningkat Jadi 30%

Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) akan meningkatkan porsi audit kinerja menjadi 25-30%, terutama mengenai program yang bisa dikaitkan secara langsung untuk peningkatan indikator kemakmuran rakyat.

"Sudah waktunya BPK meningkatkan perhatian kepada pemeriksaan kinerja. Jadi selain laporan keuangan, tetapi penilaian juga kepada upaya entitas untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat," tegas Harry Azar Aziz dalam Rapat Kerja Pelaksanaan BPK 2014 di Jakarta, Senin (15/12).

Dia menjelaskan, BPK sebelumnya memberi porsi audit pada mandatory auditing laporan keuangan sekitar 50%, audit investigasi 30%, dan audit kinerja 20%.

Menuurut Harry, BPK akan mengusulkan penambahan indikator kemakmuran rakyat seperti indeks kesenjangan pendapatan dan indeks pembangunan manusia, yaitu variabel kesehatan seiring munculnya Kartu Indonesia Sehat, variabel pendidikan dengan Kartu Indonesia Pendidikan dan variabel daya beli terkait Kartu Keluarga Sejahtera.

"Pengelolaan keuangan negara harusnya membuat kesenjangan pendapatan negara itu semakin berimbang. Kita merdeka duluan dari negara tetangga, namun indikator terkesan kita lebih rendah. Apakah ada salah pengelolaan, ini yang mau diintensifkan agar semakin efisien," lanjut Harry.

Penyerapan Anggaran

Sementara itu, kata Harry, BPK akan memeriksa program-program pemerintah yang dilakukan sejak kuartal I sehingga terindentifikasi alasan penyerapan anggaran yang tidak optimal pada dua kuartal pertama.

"Di kuartal I-III itu rendah dan menumpuk di kuartal III. Biasanya kuartal I sekitar 6-7%, kuartal II hanya 16%, kuartal III naik sampai 45%, baru kuartal-IV itu 50%. Ini jadi pertanyaan untuk kita. Untuk belanja rutin dan terikat seperti belanja pegawai pada seluruh kuartal relatif sama. Tapi belanja modalnya selalu menjadi pertanyaan," tutur Harry.

Harry menjelaskan, ada kondisi dimana alokasi dana kepada daerah yang baru dilakukan pada Desember sehingga tidak eksekusi oleh kepala daerah. Akibatnya, dana yang seharusnya dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat harus tertunda. Pengelolaan anggaran seperti ini patut diidentifikasi.

"Kita mau tunjukkan adalah efisiensi, apakah penyerapan akhir tahun itu efisien, untuk mencapai indikator kemakmuran rakyat," tegasnya.

Di sisi lain, Harry mengeluhkan anggaran BPK yang sebesar Rp 2,9 triliun yang kemudian dipotong sekitar Rp 258 miliar dapat mengganggu proses audit yang ada. (c02)

Investor Daily Indonesia

Bagikan konten ini: