BANNER SLIDE

BPK Minta Undang-Undang tentang PNBP Direvisi

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) AH Masykur Musa menilai pemerintah harus segera merevisi Undang- Undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Ini karena pasal-pasal dalam UU itu sudah tidak sesuai kondisi saat ini, karena banyak terjadi kebocoran maupun pelanggaran di lapangan. "PNBP sudah cacat dari hulu, sehingga harus dilakukan revisi agar tidak merugikan negara sendiri maupun pengusaha," ujar dia di Jakarta, Sabtu (9/6).

Dalam UU tersebut yang dimaksud PNBP adalah penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah, dari pemanfaatan sumber daya alam, dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah, hibah, dan penerimaan yang berdasarkan putusan pengadilan maupun yang berasal dari pengenaan denda administrasi.

Ali mengatakan, salah satu bentuk kelemahan UU tersebut adalah perhitungan PNBP tidak jelas, khususnya dalam menerapkan royalti pertambangan. Menurut dia, hasil untuk eskpor tambang dengan laporan keuangannya berbeda, sehingga pajak yang diterima negara sangat sedikit.

Selain itu, Ali mengatakan, pelaksanaan PNBP tidak cermat dan tidak jelas narasumbernya. "Banyak kecurangan yang terjadi seperti aparat pajak dan pengusaha melakukan unsur kesengajaan untuk memperkecil jumlah angka yang disetor," tambah dia.

Dalam pasal 9 dinyatakan bahwa jumlah PNBP yang terutang ditentukan dengan dua cara, yakni ditetapkan oleh instansi pemerintah dan dihitung sendiri oleh wajib bayar.

Ali juga menambahkan, kelemahan lain yang ada dalam undang-undang tersebut adalah tidak ada sanksi bagi pengusaha yang terlambat menyerahkan laporan, sehingga kesempatan ini dimanfaatkan oleh pengusaha untuk mengundur.

Ali memaparkan, pemerintah hanya menerima 6% dari total penerimaan tambang, padahal seharusnya bisa lebih dari angka tersebut "Makanya saya minta pemerintah agar cepat merevisi undang undang tersebut agar tidak terjadi bentuk pelanggaran seperti yang sudah sudah," tambah dia.

Sementara itu, ekonom Universitas Gajah Mada Agus Joko Pramono menilai, kelemahan lain yang terdapat dalam undang-undang itu adalah sistem pendataan yang lemah. Menurut dia, sumber datanya bukan yang sudah dipublikasikan, melainkan data manajerial sehingga bisa dimanipulatif.

Investor Daily Indonesia

Bagikan konten ini: