BANNER SLIDE

BPK Permasalahan BUMN Beralih ke Anak Perusahaan

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat permasalahan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini banyak beralih ke anak perusahaan. BPK telah memeriksa 45 anak perusahaan dan memperoleh 801 temuan serta memberikan 1.294 rekomendasi.

Sebanyak 62 persen permasalahan dari temuan tersebut dinilai berpotensi merugikan negara dan korporasi. "Ini tinggi sekali karena jumlah anak usaha BUMN sekitar 600," kata anggota VII BPK Achsanul Qosasi dalam konferensi pers di gedung Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (16/1).

BPK menyinyalir bahwa pendirian anak perusahaan cenderung menjadi tempat transaksi-transaksi yang digunakan untuk kepentingan tertentu. "BPK dan BUMN akan melihat efektivitas anak usaha. Jangan sampai anak usaha tidak terbentuk akuntabilitas," ujarnya.

Dari temuan tersebut, BPK akan melaporkan ke DPR karena BPK tidak mungkin mem-breakdown satu per satu. Namun, ia juga menilai DPR belum optimal dalam melakukan pengawasan terhadap sekitar 600 anak perusahaan BUMN.

"Tapi, ini indikasi anak usaha yang bertujuan untuk kepentingan tertentu. Misalnya, transaksi yang tidak bisa ditangani perusahaan induk dipindahkan ke anak usaha," katanya.

Sejumlah anak usaha BUMN besar yang telah diperiksa, antara lain, anak usaha PT Pertamina, PT PLN, PT Telkom, jasa keuangan serta perbankan, dan lainnya. Menurutnya, jika temuan dinilai keterlaluan, BPK akan menyampaikan apa adanya kepada DPR. Namun, jika temuan itu hanya miss dan bukan untuk kepentingan pribadi, BPK bakal membantu menyelesaikan persoalan tersebut.

Tindak lanjut

Achsanul Qosasih juga menuturkan, hasil pantauan BPK selama sembilan hari terhadap tindak lanjut rekomendasi kepada perusahaan BUMN menunjukkan sebanyak 1.739 rekomendasi baru 1.308 yang ditindaklanjuti. Sehingga, secara total telah menindaklajuti 10.508 temuan dari 11.018 temuan (95,3 persen).

Ia mengatakan bahwa BUMN yang lemah dalam memberikan penyelesaian rekomendasi atau yang di bawah 50 persen, yaitu PT Merpati (13,43 persen), PT Pelindo II (39,71 persen), Perum Perumnas (45,83 persen), PT Hotel Indonesia Natour (12,50 persen), PT Indo Farma (48,31 persen), dan PT Ind Kapal Indonesia (38,10 persen).

Selain itu, Perum Perikanan Indonesia (34,62 persen), PT Balai Pustaka (8,70 persen), Perum PFN (32,43 persen), dan PT KIMA (46,67 persen). "BUMN yang telah menindaklanjuti 100 persen, terutama industri perbankan dan jasa keuangan," ujar Achsanul.

Selain itu, BUMN yang paling banyak menindaklanjuti, terutama dari industri perbankan dan jasa keuangan yang memiliki rasio penyelesaian 91,87 persen, industri tambang dan migas 84,59 persen, industri kesehatan 82,35 persen, industri kebun dan kehutanan 78,02 persen, serta industri karya infrastruktur 75,98 persen.

"Sisanya tidak bisa diselesaikan karena terkait lembaga lain. Sedangkan, sisanya masih dalam proses hukum," katanya.

Republika

Bagikan konten ini: