BANNER SLIDE

Pemborosan BBM Tinggi

Badan Pemeriksa Keuangan mencatat sejumlah pemborosan, penidakefisiensian dan penidakefektifan terhadap penggunaan bahan bakar minyak untuk sejumlah pembangkitan listrik di Tanah Air.

Pada pemeriksaan semester II/2012, lembaga negara ini mencatat sebanyak 1.901 kasus penyimpangan administrasi dan 2.241 kasus senilai Rp3,88 triliun merupakan temuan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan pada sejumlah sektor. Namun, BPK masih enggan memerinci berapa besaran setiap sektor.

Hadi Poernomo, Ketua BPK, mengatakan temuan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan terbanyak terjadi pada proses pembangkitan listrik di Tanah Air. “Pembangkitan listrik menggunakan dual firing masih perlu dikaji,” katanya Senin (13/5).

Penggunaan pembangkit listrik bermesin dual firing, lanjutnya, masih banyak yang menggunakan BBM berbagai jenis. Padahal, pengelola pembangkitan listrik bisa menggunakan bahan bakar lain, seperti LNG dan batu bara yang mempunyai tingkat efisiensi harga lebih baik.

Untuk mencegah pemborosan lebih lanjut, lanjutnya, pengelola pembangkitan disarankan untuk mengacu pada kontrak kerja penyediaan bahan pembangkit. Pengkajian itu berupa kesediaan penyediaan BBM, batu bara atau LNG.

Namun jika tidak sesuai kontrak kerja penyediaan, jelasnya, baik pengelola pembangkitan ataupun rekanan bisa saja diproses lebih lanjut karena diduga merugikan negara dengan berbagai alasan. “Kita akan mengkaji lebih lanjut.”

Pada Desember 2011, Panitia Kerja Sektor Hulu Listrik DPR mengklaim sebanyak delapan pembangkit listrik tenaga gas yang beroperasi di Bali salah konsumsi.

Sebelumnya pada 2011, Panitia Kerja Sektor Hulu Listrik DPR mencatat kesalaan pemakaian beban PLN untuk konsumsi produksi listrik Bali yang mencapai Rp20 triliun terletak pada konsumsi solar dengan biaya produksi US$0,40/kWh. Namun apabila menggunakan gas bisa lebih efisien dengan biaya US$0,08/kWh.
Pada periode itu, rasio salah konsumsi itu telah mengakibatkan kelebihan belanja PLN menjadi Rp20 triliun. Anggaran itu hanya untuk membeli solar sebagai bahan bakar produksi listrik. Kelebihan beban belanja PLN itu juga diduga terjadi di Bali. Pasalnya, seluruh pembangkit listrik di Bali dioperasikan oleh anak usaha PLN, yakni PT Indonesia Power, semuanya masih menggunakan bahan bakar solar.

Bisnis Indonesia

Bagikan konten ini: