Awasi Bantuan Sosial
Kemungkinan Pusat Tangani Langsung
JAKARTA, KOMPAS – Pengawasan DPRD yang lemah menyebabkan maraknya penyalahgunaan dana bantuan sosial dan hibah. Pemerintah pusat mengancam mengambil alih penanganan dana bantuan tersebut jika pengawasannya tak diperbaiki.
Hal itu diungkapkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Rabu (20/2), di Jakarta. “DPRD sebagai mitra kepala daerah seharusnya bisa mengontrol anggaran. Namun, ternyata, belum maksimal. Saat ini, kami hanya menjaga norma, standar, dan kriterianya, dan tidak memantau materi (penyalurannya). Kalau ini tak efektif dikerjakan dan diawasi oleh DPRD, bisa saja (dana bantuan sosial dan hibah) ditangani oleh pusat,” tuturnya.
Menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada), kata Gamawan, anggaran bantuan sosial (bansos) dan hibah di daerah selalu melonjak. Kementerian Dalam Negeri menengarai jumlahnya mencapai 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Meski demikian, larangan penggunaan bansos dan hibah tak bisa diterapkan menjelang pilkada atau jika petahana mencalonkan lagi. Sebab, dana bansos diperlukan untuk dana perimbangan, penanganan bencana alam, atau mengatasi kejadian luar biasa dan tiba-tiba,” kata Gamawan.
Sebenarnya, hal terpenting dari dana bansos dan hibah adalah jika penyalurannya mencapai sasaran dan bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, pengalokasiannya pun harus transparan dan obyektif. “Tak semestinya dana bansos dan hibah digunakan untuk kepentingan terselubung, seperti pilkada. Ini harus diawasi betul oleh masyarakat,” ucapnya.
Ditanya soal kucuran dana ratusan juta di tiap desa di Pilkada Jawa Barat yang terkesan kampanye legal dari APBD, Gamawan mengatakan, itulah keuntungan petahana. “Sebenarnya rencana anggaran sudah ada. hanya pencairannya dipercepat untuk mengesankan dana dari petahana dan bukan dari negara,” ujarnya, seraya mengingatkan DPRD agar mengkritisinya.
Bansos di 10 kementerian
Menanggapi saran anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Rizal Djalil, agar pemerintah menghentikan penyaluran dana bansos sambil menunggu revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Dana Bansos dan Hibah yang Bersumber dari APBD, pengajar FISIP Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Arie Sudjito, mendukung.
“Saat pengucuran dana bansos dan hibah dihentikan, evaluasi menyeluruh perlu dilakukan. Sebab, sebagian besar penyaluran dana bansos cenderung bersifat proyek sehingga tak efektif dan rawan diselewengkan,” ujarnya.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengaku tak masalah jika dana bansos dihentikan asal semua pihak memahaminya. “Namun, yang penting bukan soal dihentikan atau tidak, tetapi bagaimana agar dana terarah penyalurannya,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yuna Farhan mengatakan, enam partai politik yang tergabung di Sekretariat Gabungan pemerintah, yang kadernya jadi menteri di 10 kementerian, harus diawasi agar tak menyalahgunakan bansos.
“Jelang Pemilu 2014, dana bansos bisa digunakan untuk menarik simpati pemilih dan memenangkan pemilu. Ini jelas melanggar asas keadilan sesama peserta pemilu,” ujarnya, seraya mengingatkan pengalaman Pemilu 2009, banyak parpol menggunakan voucer untuk membagi-bagi uang.(REN/ABK/SIR/LOK/ INA/OSA/ATO)
Kompas