BANNER SLIDE

BAKN Minta MK Tolak Permohonan BUMN

JAKARTA (Suara Karya) Tidak kurang dari 510 kasus penyimpangan keuangan negara pada 21 BUMN periode I 2013. Bahkan, di antara 510 kasus itu, 234 kasus di antaranya terkait kelemahan sistem pengendalian internal dan 276 kasus terkait ketidakpatuhan pada aturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian negara, dan kekurangan penerimaan BUMN senilai Rp 2,60 triliun. 

Demikian hasil telaah Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) atas kineija 21 BUMN di periode 1 2013. Oleh sebab itu, DPR mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) agar menolak judicial review UU Keuangan Negara yang diajukan Forum Biro Hukum BUMN. 

Judicial review itu sendiri bertujuan untuk menghindarkan keuangan dan kineria BUMN dari wewenang audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

“Kinerja saja parahnya seperti ini, kok minta tak diawasi. Ini kita curiga ada usaha agar raising funds untuk pemenangan pemilu dari BUMN bisa tak terdeteksi,” ujar anggota BAKN DPR, Eva Kusuma Sundari di Jakarta, Rabu (20/11). Kalau wewenang pengawasan BPK dilepas, menurutnya, implikasinya panjang. 

Anggota BAKN DPR lainnya, Fahri Hamzah, menambahkan jika MK menyetujui judicial review itu, maka hak BPK untuk mengaudit BUMN menjadi hilang. Fahri menyatakan, pihaknya bisa saja memahami maksud dari para anggota Forum Hukum BUMN, yang dulu dibentuk Menteri BUMN Dahlan Iskan yang kini adalah peserta Konvensi Capres Partai Demokrat. 

Tetapi apapun kesulitan yang mereka alami akibat audit BPK, seharusnya jalan keluamya bukanlah dengan meminta penghapusan wewenang pengawasan oleh lembaga itu. ”Judicial review ini harus ditolak. Karena sebenarnya BUMN sulit dipisahkan dari cawe-cawe politisi,” kata Fahri. 

Anggota Komisi VI DPR H Irmadi Lubis juga mengingatkan MK agar hati-hati memutus uji materi Pasal 2 huruf g dan i UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang diajukan oleh Forum Biro Hukum BUMN. 

“MK jangan sembarangan mengeluarkan keputusan untuk kasus ini, khususnya pada pengertian kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN, sebagaimana dicantumkan pada Pasal 2 huruf g dan huruf i,” kata Irmadi Lubis terkait permohonan uji materi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 

Ia mengakui, Pasal 2 huruf g UU tersebut menjadi satu persoalan, dan memahami adanya ketakutan para Dirut BUMN belajar dari kasus mantan Dirut PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan terkait penyewaan pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006. 

Namun, jika permohonan Forum Hukum BUMN dikabulkan, maka semua lembaga negara pemerintah yang dibentuk oleh undang-undang, kekayaannya dipisahkan, atau bukan lagi kekayaan negara. “Jika kekayaan negara dipisahkan, maka dampaknya, BPK tidak bisa lagi memeriksa keuangan BUMN, ramai-ramailah menggerogoti keuangan negara yang ada di BUMN,” ujamya.

Suara Karya

Bagikan konten ini: