BPK Cek Anggaran Ragunan
JAKARTA, KOMPAS - Selain Inspektorat Provinsi DKI Jakarta, Badan Pemeriksa Keuangan Wilayah Provinsi DKI Jakarta pun turun tangan mengecek penggunaan anggaran di Taman Margasatwa Ragunan. Pemeriksaan oleh BPK ini terkait dengan anggaran dana besar yang dipakai Ragunan.
Kepala BPK Provinsi DKI Jakarta Blucer Rajagukguk membenarkan adanya pemeriksaan keuangan di Taman Margasatwa Ragunan (TMR). Pemeriksaan awal itu terkait pengelolaan keuangan tahun 2013. “Ada 70 orang yang turun memeriksa. Hasilnya akan kami publikasikan tahun 2014,” kata Blucer.
Pemeriksaan ini, kata Blucer, terkait dengan satuan kerja perangkat daerah yang menggunakan anggaran besar. Ada transaksi-transaksi keuangan yang harus dicek. Ke depan, pemeriksaan dilanjutkan dengan tim yang lebih besar, jumlahnya bisa mencapai 100 orang.
Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan, pemeriksaan pengelolaan keuangan TMR terus dilakukan. Kali ini melibatkan Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pariwisata dan Kebudayaan. “Sudah ada laporan yang masuk. Kami sudah tahu komposisi anggarannya. Agar berimbang, kami perlu melibatkan pihak lain untuk ikut memeriksa pengelolaan Ragunan,” katanya.
Sebelumnya, Inspektorat Provinsi DKI Jakarta melakukan pemeriksaan internal terkait kematian sejumlah satwa di TMR Pemeriksaan ini dilakukan atas permintaan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
Kepala Inspektorat Provinsi DKI Jakarta Franky Mangatas mengatakan, pemeriksaan internal untuk mencegah terjadinya penyimpangan penggunaan keuangan. Pada tahun anggaran 2012, TMR menerima kucuran anggaran sebesar Rp 56,2 miliar dari APBD. Anggaran tersebut untuk membiayai gaji pegawai Rp 122 juta, belanja barang dan jasa Rp 37,44 miliar, serta belanja modal Rp 18,66 miliar. Pakan ternak termasuk dalam pos belanja barang.
Perbaikan mendesak
Ahli lingkungan dari Universitas Indonesia, Tarsoen Waryono, mengatakan, sudah sejak lama Ragunan butuh perbaikan, khususnya dalam sistem pengelolaan dan penataan fisik sesuai kebutuhan satwa koleksi.
“Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana agar tercipta suasana kehidupan yang tepat bagi satwa liar. Menjaga mereka terhindar dari stres. Otomatis pengelola harus fokus pada tujuan utama keberadaan Ragunan, yaitu konservasi satwa,” kata Tarsoen.
Menurut Tarsoen, saat ini dengan jumlah koleksi mencapai lebih dari 2.000 satwa dengan pengunjung di akhir pekan sampai 30.000 jiwa, TMR sudah termasuk kategori kelebihan muatan.
Apalagi, sesuai keterangan Bambang Wahyudi dari Bagian Humas Ragunan, saat hari libur nasional seperti tahun baru, dalam satu hari jumlah pengunjung menembus angka 160.000 jiwa. Penataan internal, tambah Tarsoen, seperti tata letak kandang, pemberian pakan dengan standar khusus, serta fasilitas yang menjamin kenyamanan dan keamanan satwa, harus segera dilakukan.
Saat ini, Bambang menyatakan, pembenahan internal di TMR sedang dikerjakan. Bambang mengungkapkan banyaknya pembangunan proyek fisik yang tengah berlangsung di kebun binatang seluas 147 hektar.
“Ini sudah pembangunan rutin. Tahun-tahun sebelumnya sudah bagian ke arah pintu barat dan selatan, sekarang yang ke arah pintu timur. Yang dilakukan, antara lain, perbaikan kandang dan fasilitas bagi pengunjung,” kata Bambang saat ditemui di kantornya, Kamis (5/12). Suara gergaji mesin memotong besi pagar terdengar melengking. Bersama deru suara generator, lengkingan itu menyesaki ruang udara.
Kebisingan itu ditingkahi suara mesin permainan di area bermain anak-anak, persis di sebelah kandang burung unta. Kamis itu, Bambang tidak bisa berpanjang lebar memberi keterangan terkait banyak tudingan miring soal kinerja manajemen TMR.
Bambang juga mengatakan, ia masih harus ikut rapat dengan Dewan Pengawas TMR Jumat kemarin, kabarnya rapat manajemen TMR kembali digelar.
Protokol lemah
Koordinator Perlindungan Satwa Liar Femke den Haas ketika ditemui kemarin siang mengatakan, kondisi TMR kian memprihatinkan. Sejak pertama kali mengunjungi TMR pada 1996, kondisi perawatan satwa di lingkungan itu belum kunjung membaik.
Ia mencontohkan, pada 1996 itu ia melihat seekor orangutan bernama Johny tinggal di sebuah kandang berukuran 6 meter persegi. Saat ini, ketika ia menemui Johny lagi, Johny masih tinggal di kandang yang sama.
“Seharusnya, orangutan dewasa seperti Johny mendapat ruang yang lebih luas dan perhatian lebih,” kata Femke.
Ia menduga, hal itu terjadi karena tidak ada standar atau protokol yang sangat ketat terkait cara pemeliharaan satwa yang menjadi koleksi TMR
Femke, yang pernah terlibat dalam pendirian Pusat Primata Schmutzer, juga prihatin dengan kondisi rumah orangutan yang ada di TMR. Kandang di dalam rumah itu lembab dan gelap. Kondisi itu membuat satwa tidak sejahtera.
Femke berharap, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersikap tegas terhadap persoalan tersebut. Menurut dia, buruknya kondisi TMR saat ini membuat wisatawan mancanegara enggan bertandang ke pusat konservasi dan edukasi alam itu.
Kompas