BPK Perketat Sistem Tender
JAKARTA- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar pemerintah memperketat mekanisme tender pengadaan barang dan jasa dengan menerapkan enam syarat baru.
Keenam syarat tambahan itu adalah adanya profiling/ due diligence kontraktor, adanya bank clearence, tax clearence, jaminan kesamaan dokumen laporan keuangan dan lampiran dalam surat pemberitahuan pajak; kontrak dalam rupiah; dan pembayaran dengan transaksi nontunai.
Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan enam syarat itu adalah upaya untuk mencegah terus berulangnya temuan penyimpangan dan kerugian negara yang signifikan terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah, agar pengelolaan keuangan pemerintah menjadi lebih akuntabel.
"Motif-motif penyimpangan seperti pengadaan fiktif atau mark-up itu banyak sekali. Nilainya juga signifikan. Jadi kami imbau pemerintah untuk lebih knowing your contractor company. Ini penting sekali," ujarnya di Jakarta, Rabu (22/1).
Ketua BPK mengungkapkan hal itu dalam pidato penandatanganan nota kesepahaman bersama tentang Komitmen Bersama Peningkatan Akuntabilitas Keuangan Negara bersama sejumlah kementerian dan lembaga, disaksikan Presiden dan Wakil Presiden di Kantor Pusat BPK.
Beberapa entitas auditee BPK yang menandatangani nota kesepahaman itu adalah Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, serta Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam catatan Bisnis, syarat-syarat dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah diatur Peraturan Presiden No.70/2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No.54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Syarat untuk penyedia barang dan jasa antara lain diatur Pasal 19.
Syarat tersebut antara lain adanya dukungan keuangan dari bank; tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit; memiliki NPWP dan telah memenuhi kewajiban perpajakan; memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25/ Pasal 29 dan PPN; dan tidak masuk daftar hitam.
Hadi menegaskan selama ini penyimpangan dari pengadaan barang dan jasa pemerintah terjadi secara berulang-ulang. Meski intensitasnya mulai terlihat berkurang seiring dengan penerapan sistem e-audit, dia berharap tambahan syarat itu bisa menghilangkan adanya penyimpangan tersebut.
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Semester 1/2013 menyebutkan kasus kekurangan volume pekerjaan dan barang merupakan masalah yang terjadi dari tahun ke tahun. Kekurangan volume yang dilaporkan selama tiga semester dari semester 1/ 2012 - semester 1/2013 mencapai Rp851,90 miliar.
SISTEM E-AUDIT
Dalam kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya mengaku selama 9 tahun memimpin pemerintah, BPK telah melakukan tindakan nyata dalam meningkatkan kualitas akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
"Saya berterima kasih terhadap BPK atas inisiatif pemberlakukan sistem e-audit yang memungkinkan pengawasan dan pemeriksaan keuangan lebih baik dibandingkan dengan masa sebelumnya," ujarnya.
Presiden Yudhoyono mengatakan BPK sebagai auditor negara memiliki peran sentral mencegah penyimpangan penggunaan uang negara. Tugas dan tanggung jawab BPK semakin berat seiring dengan peningkatan belanja APBN dari sekitar Rp400 triliun pada 2005 menjadi hampir Rp2.000 triliun pada 2013.
Dengan nilai APBN sebesar itu, perlu ada pemeriksaan dan pengawasan yang baik, efektif, dan objektif. Oleh karena itu, e-audit dapat menjadi sistem monitoring yang tepat seiring meningkatnya APBN.
Bisnis Indonesia