BANNER SLIDE

BPK Serahkan Audit Proyek Hambalang ke DPR dan KPK

Badan Pemeriksa Keuangan menilai penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merupakan upaya untuk melegalisasi penyimpangan proyek Hambalang.

BPK menilai penerbitan PMK itu merupakan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang mengandung unsur pidana. “Penerbitan PMK Nomor 194/ PMK.02/2011 mengindikasikan adanya pembenaran atas ketidakbenaran. PMK ini juga dapat melegalisasi penyimpangan semacam kasus Hambalang untuk tahun-tahun berikutnya,” kata Ketua BPK Hadi Poernomo, Jumat (23/8), di Jakarta.

Penerbitan PMK Nomor 194/ PMK.02/2011 merupakan salah satu temuan BPK dalam audit investigatif tahap II atas Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Laporan hasil pemeriksaan investigatif tahap II itu diserahkan BPK ke DPR dan KPK, Jumat.

Hadi menjelaskan, PMK itu diterbitkan untuk mengganti PMK Nomor 56/PMK02/2010. Sejumlah aturan yang terdapat dalam PMK No 56 dihilangkan dalam PMK No 194. Padahal, aturan yang dihilangkan itu sebenarnya sangat substantif untuk menjamin keabsahan proses persetujuan kontrak tahun jamak.

BPK juga menilai PMK No 194/PMK.02/2011 bertentangan dengan UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. PMK No 194/PMK.02/2011 diundangkan pada 1 Desember 2011 dan ditandatangani Menteri Keuangan saat itu, Agus Martowardojo.

PMK No 56/PMK02/2010 diterbitkan pada masa Menkeu Sri Mulyani Indrawati Kontrak tahun jamak proyek Hambalang disetujui Kementerian Keuangan pada September 2010. Artinya, penerbitan PMK No 194 dilakukan setelah kontrak disetujui.

Kemarin, informasi yang beredar bahwa dalam laporan BPK itu ada 18 nama anggota Komisi X DPR yang disebut bertanggung jawab dalam proses kontrak tahun jamak. Namun, anggota BPK Ali Masykur Musa, enggan memberi penjelasan. Hadi juga enggan menjelaskan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus Hambalang. Namun, Ketua DPR Marzuki Alie mengapresiasi BPK yang telah menyelesaikan laporan investigatif tahap II.

Hadi menjelaskan, penerbitan PMK No 194/PMK2/2011 merupakan salah satu dari enam indikasi penyimpangan yang mengandung unsur pidana dalam proyek Hambalang. Lima indikasi penyimpangan lainnya adalah proses pengurusan hak atas tanah, proses pengurusan izin pembangunan, proses pelelangan, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, serta pembayaran dan aliran dana yang diikuti rekayasa akuntansi.

Dalam konferensi pers bersama Ketua KPK Abraham Samad, Hadi mengakui laporan penghitungan kerugian negara belum diselesaikan BPK. Namun, dalam pengantar pada konferensi pers, Hadi sempat menyebutkan kerugian negara yang dihitung BPK Rp 463,6 miliar. 

Kompas

Bagikan konten ini: