BANNER SLIDE

BPK Targetkan Kepatuhan Instansi 75%

YOGYAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menargetkan tingkat kepatuhan instansi negara yang mengelola keuangan dari pajak mitik masyarakat mencapai 75% paling lambat pada 2020.

Sejauh ini tingkat kepatuhan instansi negara yang mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 2015 mencapai 64%. Setahun sebelumnya, tingkat kepatuhan tersebut bahkan lebih rendah yakni 57%.

"Praktik di negara-negara maju itu bisa sampai 80% sampai 85%. Memang negara berkembang seperti kita ini kendalanya ada pada kualitas laporan keuangan," ujar Juru Bicara BPK Yudi Ramdhan di Kantor BPK Yogyakarta akhir pekan lalu.

Kendati demikian, Yudi mengatakan, Indonesia masih lebih baik dibanding negara-negara tetangga, termasuk Malaysia dan negara-negara Indo-China. Negara-negara tersebut belum memiliki standar yang baik dalam menyusun laporan keuangan serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni "Jadi kita lebih baik. Sistem kita kan sekarang sudah relatif maju," imbuhnya.

Yudi menilai, tingkat kepatuhan penting karena mencerminkan kualitas instansi dalam mempertanggungjawabkan anggaran negara. Kualitas penyerapan negara krusial agar pajak yang dikumpulkan bisa dinikmati sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Yudi juga mengungkapkan, sejauh ini ada 10% dari total rekomendasi atas temuan auditor BPK belum ditindaklanjuti oleh instansi terkait. Secara kuantitatif, ada 21.388 rekomendasi BPK senilai Rp4,15 triliun sepanjang 2010-2014 yang belum juga ditindaklanjuti.

"Memang perlu interaksi yang lebih aktif antara BPK dan inspektorat jenderal untuk mengatasi backlog ataupekerjaan yang menumpuk ini," ujarnya.

Terkait hal itu, Wakil Ketua BPK Sapto Amal Damandari mengatakan, BPK masih mengutamakan pendekatan yang persuasif ketimbang hukum dalam mengatasi puluhan ribu rekomendasi BPK yang belum ditindaklanjuti.

Pendekatan hukum yang dimaksud adalah Pasal 26 Undang-Undang No 15/2006 tentang BPK. Dalam aturan itu, setiap pihak yang tidak menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam Iaporan hasil pemeriksaan (LHP), akan dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp500 juta. "Di BPK itu kita memang sudah sepakat bahwa saatnya nanti kita akan lakukan itu. Cuma, pelan-pelan," pungkasnya.

BPK berencana menerapkan Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut (SIPTL) mulai tahun depan. Sistem tersebut diharapkan dapat menekan ketidakpatuhan entitas terhadap rekomendasi BPK.

Menurut Sapto, rekomendasi hasil pemeriksaan BPK memang sudah seharusnya ditindaklanjuti oleh entitas. Namun ia mengakui hal tersebut belum sepenuhnya berjalan optimal dan banyak rekomendasi BPK yang tidak ditindaklanjuti. "Merespons itu, BPK sekarang baru membuat informasi pemantauan tindak lanjut. Sekarang tengah diuji coba," ujar Sapto.

Selama ini, kata dia, data tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK disampaikan secara manual. Nantinya, penyampaian tindak lanjut tersebut akan digantikan dengan data elektronis melalui aplikasi SIPTL. Melalui sistem tersebut, proses dan status tindak lanjut dari data yang disampaikan oleh entitas dapat diketahui dan diakses secara waktu nyata (real time). rahmat fiansyah/ant

Koran Sindo (Senin, 26 September 2016, Halaman 20)

Bagikan konten ini: