FROM THE MEDIA

Dipersingkat, Jalur Pelaporan Indikasi Korupsi

JAKARTA, KOMPAS - Meski laporan keuangan sejumlah lembaga negara, daerah, atau perusahaan membaik pada tahun 2013 sehingga mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian, Badan Pemeriksa Keuangan masih menemukan peningkatan penyimpangan keuangan negara.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan fakta, pelaporan indikasi korupsi cenderung lama akibat jenjang birokrasi. Terkait dengan hal itu, percepatan penanganan dugaan kasus perlu didukung aparat penegak hukum melalui standard operating procedure (SOP).

Hal itu diungkapkan Ketua BPK Rizal Djalil, Jumat (26/9). Mekanisme pelaporan penyimpangan keuangan biasanya dari BPK Perwakilan ke BPK Pusat, lalu ke aparat penegak hukum pusat seperti Kepolisian Negara RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan. "Ini membuat upaya penyelamatan keuangan negara menjadi tidak efektif," kata Rizal.

Selama 2010-2014, BPK telah menyerahkan rekomendasi hasil pemeriksaan keuangan lembaga negara/daerah/perusahaan negara sebanyak 201.976 rekomendasi yang bernilai Rp 66,17 triliun. Hingga Juni 2014, unsur pidana yang telah disampaikan ke aparat hukum berjumlah 441 temuan atau senilai Rp 43,4 triliun. Sementara itu, penyelamatan keuangan negara oleh BPK senilai Rp 22,45 triliun melalui setoran dan penyerahan aset kepada lembaga negara/daerah/perusahaan negara.

Melihat fakta itu, Rizal menyampaikan, pihaknya akan menyusun SOP percepatan pelaporan dan penanganan kasus. Penyusunan SOP melibatkan Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung.

"Substansi utamanya adalah BPK Perwakilan bisa langsung melaporkan dugaan penyimpangan keuangan ke instansi penegak hukum di daerah masing-masing," ujar Rizal.

Sekjen BPK Hendar Ristiawan menambahkan, rencana penyusunan SOP telah dibicarakan bersama ketiga lembaga penegak hukmn bersama seluruh pejabat BPK Perwakilan.

Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony T Spontana membenarkan adanya koordinasi kerja sama itu. "Penyusunan SOP pelaporan dan percepatan kasus tindak pidana korupsi merupakan hasil kesepakatan kami dan BPK," kata Tony.

Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Illyas menyebutkan, penyusunan SOP perlu memperhatikan aspek pengawasan atas respons pelaporan. "Sejauh ini, saya menilai respons laporan dugaan penyimpangan keuangan juga birokratis. BPK perlu memperhitungkan itu," ujar Firdaus.

Kompas

Bagikan konten ini: