BERITA UTAMA

FGD Pengelolaan Dana Otsus di Papua dan Papua Barat Serta Permasalahan Hukumnya

Untuk mengeliminasi permasalahan dan mendorong sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengadakan ”Focus Group Discussion (FGD) Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Papua dan Papua Barat serta Permasalahan Hukumnya” pada Selasa, 7 Juli 2015, di Kantor BPK RI, Jakarta.

Acara dibuka secara resmi oleh Ketua BPK, Harry Azhar Azis, dihadiri oleh Anggota VI BPK, Bahrullah Akbar, Anggota III BPK, Eddy Mulyadi Soepardi, Gubernur Papua, Lukas Enembe, Gubernur Papua Barat, Abraham Octavianus Atururi, Ketua DPRD, Ketua Majelis Rakyat, para Bupati di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat serta Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenoek.

Focus Group Discussion ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan dana otonomi khusus yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat bermanfaat bagi sebesar-besarnya kemakuran rakyat khususnya rakyat Papua dan Papua Barat.

Tujuan tersebut sejalan dengan visi BPK yaitu menjadi lembaga pemeriksa keuangan yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dasar untuk berperan aktif dalam mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan

Ketua BPK dalam sambutannya mengatakan melalui forum ini, BPK mengharapkan mendapatkan masukan dari para stakeholder yang terkait dalam pelaksanaan dana otsus Papua dan Papua Barat baik yang sudah berlalu maupun untuk yang akan datang. Dari hasil forum ini juga akan menjadi masukan bagi BPK dalam membuat kebijakan terkait pemeriksaan atas pengelolaan dana otsus Papua dan Papua Barat.

Sementara itu, dalam pengarahannya, Anggota VI BPK mengatakan berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, kesejahteraan rakyat dan mendukung terwujudnya penegakan hukum.

Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya kesenjangan dihampir semua sektor kehidupan terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan, dan sosial politik. Upaya penyelesaian masalah tersebut selama ini dinilai kurang menyentuh terhadap masalah dan aspirasi masyarakat Papua dan Papua Barat sehingga memicu berbagai bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan.

Terbitnya Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Papua. sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008 merupakan dasar pelaksanaan otonomi khusus Papua. Otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa, aspirasi, hak-hak dasar masyarakat papua.

Kewenangan khusus tersebut berbanding lurus dengan tanggung jawab yang lebih besar bagi pemerintah Papua dan Papua Barat untuk melaksanakan pembangunan, dan mengelola kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Anggota VI BPK juga mengatakan acara ini untuk menggali dan memberikan apa yang bisa BPK berikan/rekomendasikan kepada pemerintah agar beberapa hal yang masih terdapat gap antara pemerintah daerah, masyarakat Papua dan Papua Barat dapat dikawal dan dijaga sehingga dalam pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara transparan dan akuntabel

Bagikan konten ini: