BANNER SLIDE

Harga Elpiji 12 kg Akhirnya Diturunkan

PT Pertamina(persero) akhirnya resmi merevisi kenaikan harga elpiji kemasan 12 kg dari sebelumnya Rp3.959 per kg menjadi Rp1.000 nett per kg. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina setelah menindaklanjuti rapat konsultasi pemerintah dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kemarin.

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengungkapkan, revisi harga ini juga dilakukan setelah mencermati rapat dengan Wapres Boediono pada Sabtu (4/1) lalu dan rapat terbatas yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Lanud Halim Perdanakusumah pada Minggu (5/1). “Revisi (harga elpiji 12kg) berlaku terhitung mulai Selasa (7/1/2013) pukul 00.00 WIB (dini hari tadi),” jelas Karen dalam jumpa pers di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta.

Menurut dia, kenaikan harga rata-rata elpiji kemasan 12 kg menjadi sebesar Rp14.200 per tabung. Dengan demikian, harga per tabung elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg di tingkat agen sekitar Rp89.000-120.100, tergantung lokasi.

Dalam rapat konsultasi bersama BPK, Pertamina memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg. Untuk itu, sesuai dengan mekanisme korporasi yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku, perseroan mengajukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2014 menyangkut proyeksi kerugian bisnis elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg bertambah sebesar USD0.51 miliar atau sekitar Rp5,4 triliun, dengan asumsi kurs Rp10.500 per dolar Amerika Serikat (AS). “Dengan ini maka proyeksi kenaikan laba sebesar 13,17% (pada 2014) turun menjadi 5,65%,” tutur Karen.

Dalam mengantisipasi kerugian itu, Pertamina akan membahasnya dalam RUPS lanjutan bersama Menteri BUMN Dahlan Iskan. Alasannya, mekanisme seperti ini tidak bisa dilakukan secara sepihak.

“Kedepan akan dibahas melalui RUPS untuk menentukan langkah selanjutnya dengan melihat cita-cita Pertamina sebagai perusahaan world class,” papar perempuan yang masuk 50 Most Powerful Women in Business 2013 versi Global Fortune tersebut.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya menambahkan, pihaknya akan terus memperketat pengawasan terhadap agen yang melanggar harga jual ataupun menimbun yang akan berdampak pada ketersediaan elpiji non Subsidi kemasan 12 kg dan elpiji subsidi kemasan 3 kg. “Kita berikan sanksi kepada agen yang melanggar dengan langsung memutuskan hubungan usaha. Tolong media juga ikut mengawasi kalau ada yang melanggar laporkan ke Pertamina,” tegas Hanung.

Lebih lanjut Hanung menjelaskan, ketentuan kenaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg berlaku sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Jika ada agen yang sudah membeli dengan harga kenaikan Rp3.959perkg, Pertamina menganggap itu adalah sebuah risiko bisnis yang ditanggung agen elpiji. “Ini bukan pembatalan harga, tapi revisi,” jelas Hanung.

Menurut dia, Pertamina segera melaporkan keputusan penyesuaian ini kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 26 Tahun 2009 pasal 25. Pertamina menjamin ketersediaan pasokan elpiji nonsubsidi 12 kg maupun elpiji subsidi 3kg. “Pasokan untuk elpiji 12 kg maupun 3 kg aman,” katanya.

Di sisi lain, Hanung juga mempersilakan jika ada industri lain yang ingin bersaing dengan Pertamina dalam menjalankan bisnis elpiji kemasan 12 kg. Menurut dia, kenaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg bukansebuah monopoli yang dilakukan oleh perseroan. “Seolah-olah Pertamina memonopoli elpiji 12 kg. Padahal, tidak masuknya pebisnis lain karena harga masih di bawah keekonomian. Kalau harga (elpiji 12 kg) keekonomian, pasti banyak yang masuk menjalankan bisnis ini,” jelasnya.

Senada, mantan Sekretaris Menteri BUMN Said Didu mengatakan Pertamina tidak memonopoli bisnis elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg. Sejauh ini, Pertamina tidak melarang pelaku usaha lain masuk dalam bisnis elpiji 12 kg. “Mereka (perusahaan lain) tidak masuk,karena ini bisnis rugi (di bawah harga keekonomian),” katanya. Dia menambahkan, kenaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg merupakan hal yang realistis. Kenaikan ini sudah tertahan selama lima tahun karena dilarang pemerintah. Kerugian signifikan Pertamina di bisnis elpiji dimulai 2008, saat kurs melemah 25%. “Saat itu Pertamina minta naik, tapi dilarang pemerintah dengan alasan dekat Pemilu 2009. Demikian pula usulan kenaikan selalu ditolak dan akhirnya kerugian makin besar,” katanya.

Usulan Pemerintah

Keputusan Pertamina atas revisi harga elpiji 12 kg tersebut sesuai dengan usulan Menteri BUMN Dahlan Iskan. “Setelah konsultasi dengan BPK, pemegang saham memutuskan kenaikan sebelumnya terlalu tinggi maka disusulkan kenaikan sebesar Rp1.000/kg mulai pukul 00.00 WIB dini hari tadi. Namun, kewenangan tetap berada di Pertamina,” kata Dahlan di Gedung BPK, Jakarta, kemarin.

Dahlan mengaku Pertamina akan terus mengalami kerugian dalam menjalankan bisnis gas elpiji, meskipun secara keseluruhan bisnis Pertamina masih untung. Usulan ini sebagai respons atas hasil audit BPK pada 11 Januari 2011 hingga Oktober 2012 yang menyatakan Pertamina merugi Rp7,7 triliun atas bisnis elpiji 12 kg dan 50 kg. “Kalau dinaikkan Rp1.000 saja Pertamina masih rugi sekitar Rp6,5 triliun,” kata Dahlan. Dengan demikian, harga elpiji kemasan 12 kg menjadi Rp82.000 per tabung, yang sebelumnya dipatok dengan harga Rp70.000. “Kenaikan Rp1.000 per kg ini didasarkan pada daya beli masyarakat, harga perolehan, dan kelangsungan distribusi,” katanya.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kg merupakan kewenangan penuh Pertamina. Kendati demikian, Pertamina adalah milik negara. “Negara adalah milik rakyat; kalau rakyat keberatan maka harus mempertimbangkan daya beli. Kita baru saja menaikkan BBM dan akan menaikkan listrik, kemudian masyarakat teriak-teriak maka kita harus dengar,”paparnya.

Sementara itu, Ketua BPK Hadi Poernomo mengakui pihaknya memang meminta Pertamina menaikkan harga elpiji 12kg. Namun, BPK mengharapkan agar perusahaan BUMN di sektor minyak dan gas bumi tersebut mengacu pada harga patokan elpiji, kemampuan daya beli masyarakat, dan kemampuan distribusi serta melakukan koordinasi saat melakukan kenaikan harga. “Karena jika tidak dinaikkan, Pertamina mengalami kerugian Rp7,7 triliun,” tegasnya.

Menteri ESDM Jero Wacik mengakui munculnya kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kg disebabkan adanya temuan audit BPKyang menyatakan ada potensi kerugian. Karena itu, Pertamina harus melakukan langkah menaikkan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg. “Namun begitu, Pertamina harus mempertimbangkan dan melihat kenaikan berdasarkan daya beli masyarakat,” ungkapnya.

Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) menilai penurunan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg per kilogram tidak menyelesaikan masalah, karena pemerintah justru membiarkan PT Pertamina mengalami kerugian terus-menerus.

Direktur Puskepi Sofyano Zakaria menilai, revisi kenaikan harga elpiji oleh Pertamina bertentangan dengan peraturan terkait keberadaan UU yang mengatur tentang BUMN. Pasalnya, sesuai UU, Pertamina tidak boleh mengalami kerugian dalam menjalankan bisnisnya. “Jika ini dibiarkan, artinya pemerintah membiarkan Pertamina jadi buruan BPK. Ini jelas bertentangan dengan peraturan yang dibuatnya sendiri,” katanya.

Menurut dia, Pertamina seharusnya diberikan keleluasaan menaikkan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg secara bertahap hingga harga keekonomian. Opsi lainnya, pemerintah harus gencar menyosialisasikan dengan mewajibkan instansi pemerintah, TNI, Polri, BUMN maupun BUMD menggunakan elpiji produk Blue Gas, Bright Gas, dan lain-lain yang dijual dengan harga keekonomian.

Harian Seputar Indonesia

Bagikan konten ini: