Keberadaan Kementerian Perlu Dievaluasi
Keberadaan kementerian perlu dievaluasi OLEH ACHMAD ARIS Bisnis Indonesia
JAKARTA Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyarankan agar Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono mengevaluasi keberadaan Kementeri-an/Lembaga Negara (K/L) guna menentukan mana saja yang layak dipertahankan dan tidak.
Anggota III BPK Baharuddin Aritonang mengatakan evaluasi tersebut penting dilakukan mengingat keberadaan K/L yang selalu berubah-ubah akan mempersulit pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan K/L yang sering berujung pemberian opini disclaimer.
"Kenapa muncul opini disclaimer? Umumnya karena masalah aset. Pada umumnya instansi kita tidak mapan dan berubah-ubah seperti Deparlemen Kebudayaan dan Pariwisata yang dulu pernah dihilangkan tetapi sekarang ada lagi. Hal-hal seperti itu menyebabkan asetnya tidak tertata," katanya kemarin.
Bahkan, lanjutnya, bila perlu dilakukan penyatuan bagi K/L yang memiliki fungsi yang hampir sama guna menghindari terjadinya tumpang-tindih kewenangan.
"Misalnya Menristek, UPI, BPPT kenapa siTi harus dipisah? Atau LAN, Kementerian PAN, BKN [Badan Kepegawaian Negara] kenapa dipisah?"
Menurutnya, selain dapat menghindari tumpang-tindih dan mengefisienkan kinerja, penyatuan K/L tersebut juga dapat menghemat pengeluaran negara.
"Semua lembaga itu operasionalnya di-biayai oleh negara. Harusnya itu dievaluasi dulu. Jadi jangan sebut menterinya dulu tetapi tujuan mau apa, target bagaimana kemudian baru struktur ditentukan," tegasnya.
Contoh ChinaLebih jauh dia membandingkan Indonesia dengan China, di mana negara tersebut hanya memiliki 24 Departemen, sementara Indonesia memiliki 36 Departemen.
"Itu belum termasuk Lembaga Pemerintah Non Departemen [LPND| yang jumlahnya mencapai 22 departemen dan lembaga-lembaga lain yang jumlahnya ada sekitar 50-an," tuturnya.
Sementara itu, khusus untuk K/L yang pendiriannya didasarkan pada Undang-undang, sambungnya, penyatuan K/L perlu dikomunikasikan dengan DPR.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance Ikhsan Modjo berpendapat yang menjadi persoalan adalah bukan pada jumlah K/L, melainkan pada masalah penganggaran, pengawasan, dan fungsinya.
"Selama ini nggak sejalan. Ada K/L besar dan berperan besar tetapi anggarannya minim dan sebaliknya. Ini yang perlu ditata ulang," jelasnya.
Menurutnya, daripada menyatukan instansinya lebih baik yang disatukan adalah fungsi-fungsi yang sama dari beberapa K/L termasuk bila perlu masalah penganggarannya juga disatukan.
"Misalnya, UMKM yang ditangani Bappenas, Depsos, dan Depkop UKM taruh ke dalam satu lembaga." tambahnya.
*Bisnis Indonesia