BANNER SLIDE

KPK dan Polri Sepakat

Amanat Presiden Harus Segera Dilaksanakan

JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Negara RI sepakat bersama-sama menangani kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri dengan pembagian tersangka.

KPK akan menangani kasus yang melibatkan golongan penyelenggara negara dan pihak swasta. Kasus ini melibatkan empat tersangka, yaitu mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo, mantan Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, serta dua rekanan pengadaan, yakni Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Soekotjo Bambang.

Adapun Polri hanya akan menangani kasus yang tidak melibatkan penyelenggara negara. Kasus ini melibatkan dua tersangka, yaitu Kepala Primer Koperasi Polisi Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan selaku panitia lelang proyek simulator dan Bendahara Korlantas Komisaris Legimo.

Semula, Polri juga menangani kasus dengan tersangka Didik Pumomo, Budi Susanto, dan Soekotjo Bambang. Mereka sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Yang diserahkan ke KPK adalah DP (Didik Purnomo), BS (Budi Susanto), SB (Soekotjo Bambang). Dua lainnya tetap ditangani Bareskrim Polri," kata Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Suhardi Alius, Selasa (9/10), di Jakarta.

Secara terpisah, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, sejak awal KPK siap menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi di Korlantas Polri. Karena itu, tidak masalah jika sebagian kasus yang juga ditangani Polri bakal diserahkan ke KPK. Abraham mengatakan, KPK mengapresiasi apa yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopb dalam menyelesaikan masalah kasus dugaan korupsi ini. "Kami sudah menemukan formula yang tepat untuk menyelesaikan masalah simulator, karena kami harus memahami bahwa kepentingan KPK adalah kepentingan bersama untuk memberantas korupsi di negeri ini. Itu intinya sehingga kami melakukan kesepakatan hati nurani karena saya lebih sepakat untuk menyebut itu kesepakatan hati nurani. Tidak perlu dituangkan dalam kesepakatan yang sifatnya formalistis," kata Abraham.

Koordinasi

Selanjutnya, kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP, KPK akan berkoordinasi dengan Polri dan Kejaksaan Agung untuk membicarakan pengambilalihan kasus tiga tersangka dari Polri tersebut. "Ini karena sebagian berkas sudah dilimpahkan Polri ke kejaksaan, jadi harus ada koordinasi lebih lanjut," katanya.

Suhardi juga mengatakan, Polri akan berkoordinasi dengan KPK dan Kejaksaan Agung. Pasalnya, proses penyidikan oleh polisi telah berjalan dan para tersangka juga telah ditahan. "Kasus simulator akan segera dikoordinasikan dengan KPK untuk mekanisme penyerahan penanganan tersangka DP. BS, dan SB," kata Suhardi.

Sementara itu, Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan, Kejagung akan menjalankan amanat yang disampaikan Presiden soal kasus simulator. "Hanya saja mekanisme bagaimana akan dibahas secara internal," katanya.

Kejagung terlibat dalam kasus simulator karena Polri telah melimpahkan berkas lima tersangka kasus pengadaan simulator ke Kejagung selaku jaksa penuntut umum. Namun, berkas itu dikembalikan kepada polisi karena dinilai belum lengkap secara formal dan materiil, salah satunya terkait jumlah kerugian negara.

Bukan hanya Polri, KPK juga menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus ini. Karena alasan ini pula, antara lain, KPK belum bisa menahan Djoko Susilo setelah yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka Jumat pekan lalu.

Menurut Sekretaris Jenderal BPK Hendar Ristriawan, audit tersebut masih berlangsung. Hendar tidak bersedia bicara banyak termasuk kapan perkiraan audit tersebut rampung. Menurut Hendar, masalah ini menjadi ranah kewenangan tim pemeriksa dan tim ini belum melapor dan tidak ada kewajiban melapor kepada pihaknya. "Masih berlangsung audit investigasinya," katanya di Universitas Sebelas Maret Solo, Jawa Tengah, Selasa.

Perintah

Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng meminta Polri segera melaksanakan amanat Presiden Yudhoyono. Amanat Presiden dalam pidatonya itu mengandung perintah sehingga perlu ditindaklanjuti "Jangan sampai Polri mengulur-ulur waktu penyerahan kasus itu kepada KPK," kata Kepala Divisi Monitoring Aparat Penegak Hukum KP2KKN Jawa Tengah Eko Haryanto di Kabupaten Kudus, Jateng.

Sementara Itu, sejumlah kalangan menilai pidato Presiden pada Senin malam justru memangkas kewenangan KPK dan melokalisasi pada satu kasus korupsi. Hal ini karena Presiden menyerahkan penanganan kasus korupsi pengadaan simulator kepada KPK, tetapi terkait pengadaan barang lain tetap di kepolisian.

Hal itu disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, budayawan Ratna Sarumpaet, serta aktivis seperti Beathor Suryadi, Adian Napitupulu, Mustar Bonaventura, Parikesit, Roy Simanjuntak, dan Salamudin Daeng dalam diskusi tentang "Kasus KPK Vs Polri dan Pidato SBY", di Jakarta.

"Korupsi pengadaan barang tentu melibatkan jenderal-jenderal di kepolisian, bagaimana mungkin yuniornya menyidik para jenderal itu. Apa maksud SBY mengatakan itu," kata Neta.

Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi membantah anggapan bahwa Presiden membonsai kewenangan KPK terkait dengan pernyataannya tentang kasus korupsi di kepolisian. Menurut Sudi, KPK tetap diperbolehkan mengusut kasus dugaan korupsi lain di kepolisian sesuai ketentuan undang-undang.

"(Keputusan Presiden) Itu hanya untuk yang menjadi masalah, yakni kasus simulator. (Kasus) Lainnya sesuai mekanisme yang ada. merujuk pada undang-undang, peraturan pemerintah, dan MOU (nota kesepahaman) mereka." kata Sudi.

(BIL/FAJ/WHY/INA/UTI/HEN/ANS/MHF/EKI/IAM) Kompas

Bagikan konten ini: