BANNER SLIDE

November, Penerimaan Pajak Capai 83,14%

JAKARTA - Realisasi penerimaan pajak, termasuk pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas bumi pada akhir November 2011 telah mencapai Rp 634,93 triliun atau setara 83,14% dari target penerimaan dalam APBN-P 2011 sebesar Rp 763,67 triliun.

"Dibandingkan dengan realisasi tahun lalu, realisasi penerimaan pajak tahun ini tumbuh 20,40% atau jauh di atas rata-rata pertumbuhan alami sebesar 12,2%," kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dedi Rudaedi di Jakarta, Kamis (15/12).

Guna mengamankan penerimaan pajak tahun ini, Ditjen Pajak telah dan akan melakukan pengawasan lebih intensif terhadap wajib pajak (WP) bendahara, melalui pengawasan penyerapan pagu DIPA, realisasi belanja yang dipertanggungjawabkan pada Desember 2011, dan pengawasan pemotongan/ pemungutan dan penyetoran pajak yang dilakukan bendahara tersebut.

Selain itu, Ditjen Pajak juga aktif melakukan penagihan terhadap WP yang memiliki tunggakan pajak dan mengoptimalkan pemanfaatan data internal maupun eksternal, seperti data yang telah tersedia dalam basis data Ditjen Pajak, data feeding antar Kantor Pelayanan Pajak, serta data yang berasal dari media internet.

Dengan langkah-langkah pengamanan penerimaan pajak ditambah dukungan kinerja maksimal dari seluruh pegawai Ditjen Pajak, Dedi berharap penggalian potensi penerimaan pajak dapat dilakukan secara optimal.

Desakan BPK

Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai kepatuhan dari objek pemeriksaan perpajakan masih rendah. Oleh karena itu, BPK akan mendesak pemerintah pusat maupun daerah untuk melakukan langkah perbaikan penatausahaan kewajiban perpajakan dalam rangka mendukung peningkatan penerimaan perpajakan.

Secara khusus, BPK akan meminta kepada Kementerian dan Lembaga (K/L) yang terlibat dalam masalah penyetoran pajak fiktif dan keterlambatan pelimpahan pajak oleh bank, supaya segera membayar kekurangan tersebut "Sudah dimintakan untuk dibayar keterlambatan bayar pajak K/L. Hal itu dimintakan BPK langsung ke K/L," kata Ketua BPK Hadi Purnomo di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Hadi Purnomo, salah satu kemungkinan penyebab munculnya masalah ini adalah belum optimalnya pengetahuan dari bendahara masing-masing K/L atau karena kekurangtahuan bendahara tersebut, sehingga terjadi kekhilafan dalam membuat laporan.

Sebelumnya, BPK menemukan permasalahan penyetoran pajak dari 11 Kementerian Lembaga, sembilan pemerintah provinsi, dan 10 pemerintah kota/kabupaten. "Masalah penyetoran pajak itu berupa tindakan tidak atau terlambat setor pajak yang berindikasi setoran pajak fiktif dan keterlambatan pelimpahan pajak oleh bank persepsi," ujar Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Syafri Adnan Baharuddin.

Tidak Ganggu Penerbitan SBN

Sementara itu, Kementerian Keuangan mengaku tetap optimistis penerbitan surat berharga negara (SBN) tetap akan efektif dan diminati, meskipun kondisi perekonomian di Eropa dan Amerika Serikat (AS) belum sepenuhnya pulih.

Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto menegaskan, tidak seluruh negara-negara di kawasan Eropa mengalami kekeringan likuiditas. "Saya kira tidak ada masalah karena investor global masih banyak uang, artinya masih likuid mereka, apalagi mereka itu menahan untuk tidak investasi di Eropa dan juga mengurangi investasinya dr Amerika," ujar Rahmat di kantornya, Jakarta, Kamis (15/12).

Rahmat berpendapat, pemilik modal khususnya dari Eropa dan AS, tidak bisa memegang uang tunai dalam jumlah sangat besar dalam waktu lama. Kondisi tersebut dinilai akan menjadi faktor pendorong meningkatnya investasi ke negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam waktu dekat

Selain itu, dia mengatakan, pilihan untuk menanamkan investasi didorong oleh instrumen investasi di negara-negara berkembang yang memiliki fundamental ekonomi lebih baik di banding negara maju. "Jadi saya tidak khawatir bahwa demand terhadap instrumen kita itu turun tajam. Kami masih melihat potensi positif," kata Rahmat

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengatakan tidak terserapnya government bonds Jerman oleh pasar akan berimplikasi ke Indonesia. Namun dia yakin dampak krisis ke dalam negeri tidak akan terlalu cepat seperti yang dikemukakan banyak analis. Imbas krisis dinilai akan masuk dari sisi perbankan.

"Apabila betul nanti ekonomi 2012 tidak sebaik ekonomi 2011, krisis ekonomi memburuk dan membawa implikasi ke Indonesia, terutama kepada penurunan pertumbuhan dari sisi ekspor maka kita harus mulai mencari jalan keluar supaya ekonomi kita tumbuh 6,7% ketimbang kita mengoreksi pertumbuhan ekonomi," jelas dia.

Investor Daily Indonesia

Bagikan konten ini: