Pemprov Banten Diminta Implementasikan ‘At-Cost’
Pemerintah Provinsi Banten diminta mengimplementasikan kebijakan Kementerian Dalam Negeri berupa sistem at-cost dalam pertanggungjawaban perjalanan dinas dengan tepat, untuk mengurangi penyelewengan anggaran perjalanan dinas.
Kordinator Divisi Kebijakan Publik Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Banten Asep Nurfiq di Serang, Jumat mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menerapkan sistem at cost dalam pertanggungjawaban perjalanan dinas. “Kebijakan tersebut bisa mengurangi penyelewengan penggunaan anggaran perjalanan dinas pejabat,” katanya.
Dikatakan, pihaknya mendukung kebijakan tersebut karena dengan dibayar secara at-cost atau sesuai kebutuhan, diharapkan mampu mengurangi penyelewengan anggaran,” kata Asep Nurfiq.
Pihaknya mengaku prihatin terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pusat yang menemukan 254 kasus yang muncul akibat penyimpangan perjalanan dinas di pemerintahan pusat dan daerah, yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp77 miliar.
Temuan tersebut berdasarkan laporan hasil pemeriksaan kinerja terhadap 14 obyek pemeriksaan selama semester satu tahun 2012 yang dilakukan (BPK). “Kami berharap Pemerintah Provinsi Banten merespon kebijakan dan mengimplementasikan dengan sebaik- baiknya di lapangan. Ini sebagai wujud penegakan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan anggaran,” katanya.
Sebaliknya, kata dia, sikap keengganan yang ditunjukan Pemprov Banten mencerminkan adanya dugaan ketidaktransparanan dan akuntabilitas pelaksanaan anggaran.
Ia mengatakan, kebijakan sistem perjalanan dinas yang diatur dalam Permendagri Nomor 16 tahun 2013 merupakan sistem at-cost, yakni biaya yang di keluarkan sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah (kwitansi). Menurut dia, Permendagri yang diterbitkan pada 15 Januari 2013 tersebut merupakan perubahan atas permendagri nomor 37 tahun 2012 yang menganut sistem lump sum.
Sebagaimana diketahui, kata dia, sistem lump sum merupakan sistem dimana pegawai yang akan melakukan perjalanan dinas akan menerima uang yang dibayarkan sekaligus. Dengan demikian, pegawai dinas mengatur sendiri penggunaan uangnya tanpa adanya bukti kwitansi. Sedangkan satu-satunya alat bukti adalah surai perintah perjalanan dinas (SPPD) yang telah dicap dan ditandatangani oleh instansi.
Harian Ekonomi Neraca