Perluasan Audit Kinerja Ditahan
TARAKAN-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum dapat memacu pelaksanaan audit kinerja pada 2015, mengingat penambahan jumlah pegawai yang tidak signifikan di tengah pemekaran daerah yang semakin gencar.
Situasi ini membuat BPK hanya sanggup mengerjakan pemeriksaan kinerja seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni 20% dari total objek pemeriksaan, kendati sebelumnya mencanangkan 30% dalam Rencana Strategis (Renstra) BPK 2015.
Wakil Ketua BPK Hasan Bisri mengatakan setiap pemekaran provinsi harus-diikuti oleh pembentukan perwakilan BPK di daerah otonom baru (DOB) itu. Hal itu diamanatkan UUD 1945 Pasal 23G dan UU No 15/2006 tentang BPK. Sementara itu, DPR sudah menyetujui 65 DOB. termasuk 8 provinsi baru.
Pada saat yang sama, jumlah pegawai BPK terbatas, yakni sekitar 6.000 orang dengan tenaga auditor hanya sekitar 60%. Tahun ini saja, lembaga negara itu hanya mendapat tambahan pegawai 254 orang, sedangkan yang pensiun sekitar 100 orang.
"Kami tentunya mengutamakan pemeriksaan laporan keuangan terlebih dahulu. Ini nanti akan bertabrakan dengan renstra kami yang mencanangkan paling tidak 20% itu pemeriksaan kinerja," katanya seusai meresmikan Perwakilan BPK Provinsi Kalimantan Utara di Tarakan, Senin (25/8).
Hasan menegaskan keputusan untuk tetap memprioritaskan audit laporan keuangan didasarkan pada tugas mandatori BPK. Audit laporan keuangan, katanya, tak bisa ditinggalkan karena jika satu institusi daerah tidak diperiksa laporan keuangannya, maka siklus APBD atau APBN-nya akan terganggu.
Adapun untuk audit kinerja, lanjut Hasan, akan diprioritaskan pada program pemerintah yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti pendidikan dan kesehatan. Siasat lainnya, lanjut Hasan, BPK akan menggunakan tenaga alih daya (outsourcing) auditor dari luar untuk melaksanakan pemeriksaan berdasarkan term of reference yang ditetapkan BPK.
Sebelumnya, ketika dilantik April lalu, Ketua BPK periode April-Oktober 2014 Rizal Djalil berencana memperbanyak audit kinerja program pemerintah, terutama untuk raskin dan bansos.
Bisnis Indonesia