Total Piutang Rp49,23 Triliun
JAKARTA-Kementerian Keuangan mencatat total piutang negara yang belum dilunasi mencapai Rp49,23 triliun setelah dikurangi piutang BUMN/BUMD yang mencapai Rp27,8 triliun.
Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto mengatakan per September 2012 total berkas kasus piutang negara (BKPN) mencapai 146.792 berkas dengan nilai tagihan Rp77,03 triliun. “Pada 2012, piutang negara yang dapat diselesaikan mencapai Rp1,0 triliun, melampaui targetnya Rp990 miliar,” ujarnya dalam konferensi pers terkait refleksi kinerja DJKN 2012, Jumat (18/01).
Adapun, sepanjang 2010-2012, pemerintah telah menyelesaikan 40.938 BKPN. Menurutnya, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 77/PUU-XI/2011, pengurusan piutang BUMN/BUMD tidak dapat lagi dilaksanakan pengurusannya oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) DJKN Kemenkeu.
“Berkas kasus piutang negara yang berasal dari BUMN/BUMD akan dikembalikan ke BUMN/ BUMD untuk diselesaikan sendiri oleh masing-masing manajemen,” tegasnya.
Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain (PNKNL) Soepomo mengatakan berkas piutang BUMN/BUMD yang akan dikembalikan adalahsebanyak 119.175 berkas dengan nilai piutang sebesar Rp27,8 triliun. “Pertengahan Maret ini akan kita mulai kembalikan ke BUMN/BUMD,” ujarnya.
Dengan dipisahkannya piutang BUMN/BUMD, maka total piutang negara yang belum selesai ditagih mencapai 27.617 berkas senilai Rp49,23 triliun. “Sampai dengan September 2012, outstanding piutang negara yang belum selesai 27.617 BKPN senilai Rp49,23 triliun. Penagihannya kita targetkan dapat tuntas pada 2014,” kata Soepomo.
Piutang tersebut berada di instansi pemerintah, seperti Kementerian Keuangan, kredit program, royalti batu bara, piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan lain-lain.
ASET KKKS
Inventarisasi dan penilaian aset dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas berhasil mencatat nilai perolehan sebesar US$29,83 miliar.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadiyanto mengatakan pemerintah melakukan inventarisasi dan penilaian atas lebih dari 35 juta aset negara yang dikelola oleh 87 Kementerian/Lembaga.
Selain itu, Ditjen Kekayaan Negara juga melakukan inventarisasi dan penilaian atas aset negara yang berasal dari KKKS Migas. “Sampai dengan 31 Desember 2012, inventarisasi dan penilaian atas 78 KKKS berhasil merangkum nilai perolehan sebesar US$29,83 miliar atau dengan nilai wajar Rp 177,23 triliun,” ujar Hadiyanto dalam jumpa pers terkait refleksi kinerja DKJN, Jumat (18/1).
Hadiyanto menuturkan nilai barang milik negara hingga semester 1/2012 mencapai Rp1.726,33 triliun dan 93,79% di antaranya atau senilai Rp1.619,23 triliun merupakan aset tetap.
Pada semester 1/2013, paparnya, pemerintah pusat akan menerapkan penyusutan terhadap aset tetap. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah No.71/2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan PMK No.l/ PMK.06/2013 tentang penyusutan BMN berupa aset tetap pada entitas pemerintah pusat.
Lebih lanjut pada 2013-2015, sertifikasi aset negara akan diangkat sebagai salah satu program nasional. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan terkait banyaknya barang milik negera yang belum memiliki sertifikasi.
“Sertifikasi aset akan jadi program nasional pada 2013-2015. Perlu dukungan stakeholder mulai dari BPN, Bappenas, Ditjen Anggaran, dan seluruh K/L,” tuturnya.
Hadiyanto menuturkan hingga 31 Desember 2012 terdapat 5 K/L yang memiliki aset terbanyak, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dengan total nilai aset Rp575,6 triliun. Kementerian Pertahanan Rp365,3 triliun, Kementerian Perhubungan Rp142,9 triliun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp107,49 triliun, dan Sekretaris Negara Rp93,23 triliun.
Dalam perkembangan lain, Menteri BUMN Dahlan Iskan menginstruksikan agar PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak melakukan pembelian dolar di pasar uang untuk kebutuhan dolar mereka.
Hal itu sesuai dengan kesepakatan yang diambil oleh Menteri BUMN dengan Gubernur BI dalam rangka penguatan kurs rupiah. Dahlan mengatakan selama ini Pertamina memercayakan pengadaan dolarnya kepada tiga bank BUMN, yakni Bank Mandiri, BRI, dan BNI, tetapi bank-bank tersebut lantas mencari dolar di pasar uang.
Hal itu menimbulkan kesan bahwa Pertamina selalu mencari dolar sendiri di pasar uang. “Nantinya, BI yang menyediakan dolar untuk tiga bank tersebut bagi keperluan Pertamina,” Ujarnya.
Bisnis Indonesia