BERITA UTAMA

Anggota V BPK RI: BPK RI Independen Dalam Cara Berpikir dan Bertindak

Badan Pemeriksa Keuangan RI melaksanakan tugasnya berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Independensi menjadi salah satu unsur penting dalam melakukan pemeriksaan, baik Independen dalam cara berpikir maupun bertindak. “Kami Independen, BPK RI memberikan opini berdasarkan kemahiran profesional yang kami miliki dan berdasarkan integritas yang ada pada kami, dan tidak ada persoalan-persoalan lain di luar itu,” tegas Anggota V BPK RI, Agung Firman Sampurna dalam Konferensi Pers di Kantor Pusat BPK RI, Jakarta, 4 Juli 2014.

Anggota V BPK juga menyampaikan bahwa penjelasan yang diberikan dalam konferensi pers tersebut merupakan penjelasan atas beberapa pertanyaan yang berkembang di masyarakat terkait pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah provinsi DKI Jakarta Tahun 2013. Jawaban tersebut ditujukan untuk menjawab keraguan terhadap kredibilitas BPK RI dalam memberikan opini atas Laporan Keuangan DKI Jakarta.

Dijelaskan bahwa, pemberian opini dalam suatu laporan keuangan merupakan pendapat profesional auditor atas kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pada periode tahun tersebut. Maka pada tahun 2013 diberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dikonfirmasi baik kepada pimpinan BPK RI untuk dilakukan reviu serta kepada entitas untuk dilakukan klarifikasi dan Pemerintah DKI Jakarta telah mengakui temuan-temuan tersebut.

Pada konferensi pers tersebut, BPK RI juga mengungkapkan dua hal yang menjadikan pengecualian atas kewajaran penyajian laporan keuangan DKI Jakarta tahun 2013, yaitu permasalahan Aset dan Laporan Realisasi Anggaran. “Temuan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah 86 temuan. Dari 86 temuan tersebut ada dua hal yang menjadikan pengecualian,” ungkap Anggota V BPK RI, Agung Firman Sampurna yang didampingi oleh Auditor Utama Keuangan Negara V BPK RI, Bambang Pamungkas, dan Plh.Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi DKI Jakarta, Syamsudin.

Pertama, lanjut Agung Firman Sampurna, adalah jumlah realisasi belanja senilai Rp38,3 triliun diantaranya merupakan belanja melalui mekanisme uang persediaan sebesar Rp9,29 triliun. Dari jumlah tersebut terdapat pencairan yang melewati batas yang telah ditentukan, yaitu tertanggal 15 Desember 2013 senilai Rp565,99 miliar dimana entry jurnal realisasi belanja bukan berdasarkan bukti pertanggungjawaban yang telah diverifikasi, melainkan rekap uang muka.

Realisasi belanja tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang lengkap, dan bukti pertanggungjawaban tidak sesuai nyatanya yang berindikasi terjadinya kerugian daerah senilai Rp59,23 miliar, antara lain, pada belanja operasional pendidikan, kegiatan penataan jalan kampung dan biaya pengendalian teknis kegiatan. Dijelaskan bahwa ada sejumlah uang yang dicairkan tanggal 15 sampai 31 Desember 2013, dipenghujung tahun, kemudian tidak dukung dengan bukti pertanggungjawaban.

Permasalahan kedua adalah mengenai Aset. Pada saat neraca Laporan Keuangan per 31 Desember 2012 disajikan nilainya sebesar Rp342 triliun, tetapi pada saat disampaikan laporan unaudited per 31 Desember 2013 terjadi pengurangan dalam jumlah yang signifikan, yaitu nilainya 331 triliun. “Tentunya ini menjadi pertanyaan, bagaimana mungkin dalam waktu satu tahun terjadi penurunan asset dalam jumlah yang begitu besar, oleh karena itulah maka ini kami dalami,” jelas Anggota V BPK RI.

Berdasarkan pengecualian tersebut, BPK RI memberikan opini WDP atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2013, yang pada tahun sebelumnya memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP).

Bagikan konten ini: