BERITA UTAMA

BPK Bahas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan PTN

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengadakan Rapat Koordinasi Pembahasan Temuan Pemeriksaan BPK di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi pada 27 Juni 2013, di Nusa Dua, Bali. Acara ini diikuti oleh Rektor PTN seluruh Indonesia dengan narasumber Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Andi Nirwanto, dan moderator pakar komunikasi politik, Effendi Gazali.

Dalam sambutannya, Anggota BPK Rizal Djalil mengatakan, rapat tersebut diselenggarakan berdasarkan amanat UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. “Acara ini merupakan pertemuan yang ketiga kalinya dengan para rektor, di era kepemimpinan BPK saat ini. Acara ini dimaksudkan untuk menjadi forum yang fokus membicarakan bagaimana menghindari penyimpangan yang bisa mengarah ke tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Acara ini turut dihadiri oleh Anggota Komisi XI DPR Ade Komarudin, Dirjen Pendidikan Tinggi Djoko Santoso, dan Deputi Bidang Investigasi BPKP Eddy Mulyadi Soepardi.

Rizal Djalil mengungkapkan, jumlah anggaran PNBP PTN pada Tahun 2012 sebesar Rp13 triliun dengan realisasi Rp11,59 triliun. “ Jumlah ini besar dan kalau melihat porsi anggaran PTN secara nasional sudah jauh lebih baik dibandingkan realisasi anggaran pemda,” jelasnya. Pada anggaran satker PTN TA 2012, belanja pegawai mencapai 22%, belanja barang 42%, belanja modal 33%, serta belanja bantuan sosial 3%.

“Porsi tersebut sudah sangat bagus. Beberapa pemda terutama di Indonesia Timur belanja pegawainya hampir 70%. Jadi, strukturnya sudah bagus tunggal bagaimana mengimplementasikan anggaran ini secara akuntabel,” tambah Rizal.

Terkait PNBP, menurutnya, merupakan bagian tak terpisahkan dari APBN meskipun uang ini didapat dari masyarakat dalam bentuk iuran, pungutan, dan sebagainya. Jika jumlah mahasiswa adalah 1.471.753, rasio realisasi belanja dengan jumlah mahasiswa adalah Rp14,37 juta, sedangkan rasio realisasi PNBP dengan jumlah mahasiswa adalah Rp7,8 juta. “Ini cukup tinggi. Artinya, pada PNBP, kontribusi masyarakat cukup besar juga. Inilah yang harus dikelola dan dipertanggungjawabkan secara akuntabel,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Rizal Djalil mengungkapkan beberapa permasalahan di PTN yang menjadi temuan BPK, yaitu rekening tanpa persetujuan kemenkeu, ketekoran kas dan/atau pinjaman kepada pegawai, investasi merugikan keuangan negara dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan, aset dikuasai pihak lain dan/atau bersengketa, penggunaan langsung penerimaan atau belum disetor ke kas negara, juga penyimpangan dalam proses pengadaan.

Menurut Andi Nirwanto, sejak tahun 2007, BPK dan Kejaksaan Agung melakukan kerjasama. Kejaksaan Agung sejak 2007 telah menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK yang terindikasi tindak pidana sejumlah 189 kasus. Dari jumlah tersebut, yang masih dalam proses 39%, dihentikan 1%, diputus pengadilan 35%, penuntutan 5%, penyidikan 6%, serta dalam penyelidikan 4%. “Temuan atau LHP BPK hanya salah satu sumber informasi bagi kejaksaan untuk melakukan penyelidikan. Tidak serta merta LHP BPK pasti mengandung tindak pidana. Yang menentukan unsur melawan hukum adalah aparat penegak hukum,” paparnya.

Ditambahkan Andi, peran serta PTN dalam pencegahan korupsi menjadi bagian dari tiga pilar yaitu pemerintah, sektor swasta, komunitas pendidikan. Pemerintah harus bisa menciptakan clean and good governance, sektor swasta bisa menciptakan good corporate governance, dan komunitas pendidikan melalui koalisi masyarakat anti korupsi, sanksi sosial, pendidikan moral, dan sebagainya. ”Diharapkan PTN yang sleama ini hanya menciptakan intelektual saja perlu diimbangi untuk menghasilkan sistem nilai sehingga menghasilkan integritas nasional yang bisa mengurangi korupsi,” ujar Andi.

Bagikan konten ini: