BPK Diskusikan Penyelesaian Piutang Bank Pemerintah
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melakukan diskusi bersama DPR RI, Pengamat Ekonomi, perusahaan BUMN/BUMD, serta Bank Pemerintah membahas Dampak Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Hapus Tagih Piutang Bank Pemerintah, di Surakarta pada 20 Juni 2013. Narasumber dalam diskusi terbatas ini adalah Anggota BPK RI Bahrullah Akbar, Anggota Komisi XI DPR RI Mohammad Hatta, dan Sunarsip (Ekonom, The Indonesia Economic Intelligence).
Dalam laporannya, Auditor Utama KN VII BPK RI Abdul Latif menjelaskan bahwa diskusi mengenai dampak keputusan Mahkamah Konstitusi terkait hapus tagih piutang yang berlangsung di Surakarta ini adalah yang ketiga kalinya dilakukan. Sebelumnya, acara yang sama digelar di Jakarta dan Denpasar. “Diskusi ini dilakukan untuk membuka wawasan atas makna keputusan MK terkait penghapusan tagih piutang bank pemerintah,” tegas Abdul Latif.
Dijelaskan, bahwa diskusi dilatarbelakangi oleh pengujian UU No 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) terhadap UUD 1945 yang dikabulkan sebagian oleh MK pada 25 September 2012 melalui putusan No. 77 Tahun 2012. Setelah berlakunya UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU tentang BUMN, UU tentang Perseroan Terbatas, maka piutang BUMN bukan lagi piutang negara yang harus ditetapkan penyelesaiannya ke PUPN. “Piutang Bank BUMN bisa diselesaikan sendiri oleh manajemen masing-masing bank BUMN berdasarkan prinsip-prinsip yang sehat. Jadi piutang negara hanyalah piutang pemerintah pusat atau pemerintah daerah,” urai Abdul Latif.
Dalam diskusi dipaparkan bahwa keputusan MK tersebut termasuk keputusan yang strategis bagi bank BUMN dalam melakukan hapus tagih. Titik temu penyelesaian kredit akan menghasilkan pemulihan kembalinya aset bagi bank.
Menurut Anggota BPK RI, dampak keputusan MK adalah Bank BUMN/BUMD berhak menerapkan pemotongan utang (haircut) terhadap debitur bermasalah (non performing loan). “BPK bekerja berdasarkan amanat UU, dengan membandingkan kondisi dengan kriteria. BPK melihat dampak keputusan MK bagi perbankan,” jelas Bahrullah Akbar.
Pada kesempatan tersebut, Sunarsip menegaskan pentingnya bank BUMN dan BUMD untuk memiliki SOP yang di dalamnya mengatur mekanisme penanganan kredit bermasalah. SOP itu antara lain mengatur mekanisme persetujuan pemberian haircut, kriteria debitur yang berhak memperoleh haircut, juga penanganan debitur yang macet karena itikad buruk. Sedangkan Anggota DPR RI M. Hatta mengatakan bahwa saat ini DPR RI sedang menyusun RUU Piutang Negara dan Piutang Daerah. “DPR akan segera mengesahkan RUU tersebut,” tegasnya.