BPK Hadiri National Anti Fraud Conference
Ketua BPK Hadi Poernomo didampingi Sekjen BPK Hendar Ristriawan menghadiri National Anti Fraud Conference. Dalam acara itu, hadir juga Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo, Deputi Informasi dan Data KPK Iswan Elmi, presiden Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Indonesia Chapter Gatot Trihargo selalu tuan rumah acara, serta tamu undangan lainnya.
Acara yang digagas ACFE Indonesia Chapter atau asosiasi profesi Fraud Examiners Indonesia ini diadakan di Arya Duta Hotel, Jakarta, pada Selasa, 20 November 2012. Acaranya sendiri berlangsung selama dua hari (20-21 November 2012).
Ketua BPK Hadi Poernomo yang didampuk sebagai Keynote Speech, merasa bahagia bisa hadir dalam acara ini. Ia berharap ACFE dapat mendorong semakin banyaknya orang untuk mendapatkan keahlian sebagai fraud examiners sehingga Indonesia yang disebut-sebut sebagai negara terkorup tidak benar adanya.
Hadi mengakui bahwa dari sekian banyak masalah di Indonesia, korupsi menjadi masalah yang cukup sulit untuk dipecahkan. Hal ini dikarenakan praktek korupsi tidak hanya melibatkan jajaran birokrat pada instansi pemerintahan, tetapi juga politisi, penguasa, dan pengusaha.
Oleh karena itu, BPK menaruh perhatian yang cukup besar pada upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Hal ini sesuai dengan visi BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjungjung tinggi nilai-nilai dasar independensi, integritas, dan profesionalisme, untuk berperan aktif dalam mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.
Salah satu misi BPK juga sejalan dengan perhatian BPK itu, yaitu berperan aktif dalam mendeteksi dan mencegah segala bentuk penyalahgunaan dan penyelewengan keuangan negara. Strategi pencegahan seperti yang tercermin dalam misi BPK itu, dirasakan lebih efektif dalam menanggulangi masalah korupsi ini.
Untuk berperan aktif dalam mendeteksi dan mencegah segala bentuk penyalahgunaan dan penyelewengan keuangan negara, BPK telah melakukan lima langkah strategis. Pertama, mengoptimalkan audit untuk mendeteksi indikasi kerugian negara dan tindak pidana. Kedua, menerapkan sistem kendali kecurangan (fraud control system) di internal BPK. Ketiga, melakukan audit untuk menilai upaya entitas dalam pencegahan pemberantasan korupsi. Keempat, mengevaluasi kebijakan nasional dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dan, kelima, mendesiminasi pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan, mengaudit, dan mengevaluasi kebijakan penanganan korupsi.
Di sisi lain, BPK memiliki kewenangannya melalui tiga jenis pemeriksaan: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ketiga pemeriksaan tersebut harus sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). SPKN sendiri mengharuskan pemeriksa BPK merancang pemeriksaannya untuk mendeteksi resiko fraud dan melaporkan fraud yang ditemukan.
Dalam rangka mengoptimalkan ketiga jenis pemeriksaan tersebut dalam mendeteksi resiko fraud dan melaporkan fraud, indikasi kerugian negara dan tindak pidana yang ditemukan, BPK melakukan beberapa hal. Salah satunya adalah penerapan e-audit dan sertifikasi CFE bagi pemeriksa BPK untuk memperkuat pemeriksaan investigasi.Terkait dengan sertifikasi CFE ini, per Oktober 2012, BPK telah memiliki pegawai yang memiliki sertifikat CFE sebanyak 97 orang. Pada akhir tahun 2012 ini, pegawai BPK yang mendapatkan sertifikat CFE sebanyak 30 orang. Sehingga sampai tahun 2012 ini, BPK memiliki auditor yang bersertifikasi CFE sebanyak 127 orang.
“Ini tanpa dukungan temen-temen asosiasi tentu tidak mungkin kita bisa begini, maka dari itu, jagalah kekompakan untuk menguji independensi dan integritas kita,” pesan Hadi kepada pemeriksa BPK yang bersertifikasi CFE.
Sebagai penutup, Hadi mengharapkan acara ini dapat mewujudkan budaya anti fraud di Indonesia, melalui perbaikan tata kelola, pengelolaan resiko (fraud), dan kepatuhan yang memadai.Hal senada juga diungkapkan Sudaryono yang merupakan pendiri ACFE. Ia mengharapkan agar ACFE melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan sumbangan kepada negara untuk mengatasi fraud yang menurutnya, ‘marak’ di Indonesia.