BPK RI dan Asosiasi Perbankan Diskusikan Hapus Tagih Piutang Pada Bank Pemerintah
Dalam rangka membangun kesamaan pandangan terkait implementasi dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang hapus tagih piutang pada Bank Pemerintah, Badan Pemeriksa Keuangan RI, mengadakan diskusi terbatas mengenai “Dampak Keputusan Mahkamah Konstitusi Tentang Hapus Tagih Piutang Pada Bank Pemerintah” yang dilaksanakan pada Kamis, 2 Mei 2013, di Grand Inna, Kuta, Bali.
Diskusi terbatas ini menghadirkan narasumber Anggota BPK RI, Bahrullah Akbar, anggota Komisi XI DPR RI, I Gusti Agung Rai Wirajaya, Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah Provinsi Bali, I Wayan Sudja, dengan moderator Komisaris BRI Syariah, Sunarsip. Acara ini dihadiri oleh Auditor Utama Keuangan Negara VII BPK RI, Abdul Latief, Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Bali, Efdinal, Perwakilan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), serta Bank Indonesia di wilayah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Dalam paparannya, Anggota BPK RI mengatakan pengujian UU Nomor 49 Prp Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara terhadap Undang- Undang Dasar 1945 telah dikabulkan sebagian oleh MK melalui Putusan Nomor 77/PUU-X/2011. Berdasarkan putusan tersebut, piutang Bank BUMN setelah berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2004, UU BUMN, UU Perseroan Terbatas, bukan lagi merupakan piutang negara yang harus dilimpahkan penyelesaiannya ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
Dampak putusan tersebut adalah Bank BUMN/BUMD berhak menerapkan pemotongan utang (haircut) terhadap debitur bermasalah (non performing loan), dengan kata lain pengurusan piutang diserahkan kepada Bank BUMN/BUMD sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
“Piutang Bank BUMN dapat diselesaikan sendiri oleh manajemen Bank BUMN berdasarkan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Bank BUMN sebagai Perseroan Terbatas telah dipisahkan kekayaannya dari kekayaan negara dalam menjalankan segala bisnisnya. Dengan kata lain, piutang negara hanyalah piutang pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, sehingga tidak termasuk piutang badan-badan usaha yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai negara termasuk piutang Bank BUMN,”jelas Anggota BPK RI.
Selanjutnya, memaknai putusan MK itu, maka Bank Umum Milik Daerah dalam hal ini Bank Pembangunan Daerah, manajemen Bank BUMD dapat menyelesaikan piutangnya sendiri dan tidak dilimpahkan kepada PUPN. Putusan MK tersebut merupakan langkah strategis bagi Bank BUMN/BUMD dalam melakukan hapus tagih, ungkap Anggota BPK RI.
Anggota BPK RI juga menjelaskan bahwa, BPK RI saat ini masih menunggu revisi UU dengan melihat kondisi dan kriteria, sehingga diharapkan para bankers untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan hapus buku dan hapus tagih. Selain itu, BPK RI akan melakukan analisis/pengujian atas desain kebijakan hapus buku/tagih dalam rangka pemberian pendapat serta akan melakukan pemeriksaan atas implementasi hapus buku/tagih yang dilaksanakan oleh Bank BUMN.