BERITA UTAMA

Sinergi BPK dengan Lembaga Peradilan dan Aparat Penegak Hukum

Ditama Binbangkum menyelenggarakan Forum Diskusi Peningkatan Sinergi Badan Pemeriksa Keuangan, Lembaga Peradilan dan Aparat Penegak Hukum dalam Mewujudkan Pengelolaan Keuangan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Auditorium Pusdiklat BPK, Kamis (8/9/2016). Forum tersebut menghasilkan keselaran pandangan dan pemahaman antara BPK dengan pemangku kepentingan hakim, kepolisian, kejaksaan dan KPK mengenai perhitungan kerugian negara dalam rangka penegakan hukum oleh aparatur penegakan hukum, serta menghasilkan keselarasan pandangan dan pemahaman, antara BPK dengan pemangku kepentingan mengenai kebenaran subtansi hasil pemeriksaan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK bukan merupakan obyek yang dapat diuji dimuka pengadilan.

Forum diskusi sifatnya interaktif antara BPK dengan pemangku kepentingan dalam hal ini adalah hakim, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, mahkamah agung, pengadilan tata usaha negara, maupun pengadilan tipikor, dan juga diikutsertakan dari unsur aparat penegak hukum dari aparatur kepolisian, kejaksaan dan KPK.

Hal yang dibahas adalah terkait berbagai permasalahan hukum yaitu tentang perhitungan kerugian negara dan laporan hasil pemeriksaan BPK, karena dalam hal ini terdapat beberapa persoalan yang harus disepakati antara lain adanya pihak lain di luar BPK yang melakukan penghitungan kerugian negara yang berbeda metode dan hasil penghitungannya dengan BPK, oleh karena itu perlu dicarikan solusi terbaik agar tidak menimbulkan deviasi dalam proses penegakan hukum.

Ketua BPK, Harry Azhar Azis yang membuka acara ini secara resmi mengatakan permasalahan korupsi mengakibatkan tidak optimalnya pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu menuju masyarakat yang adil dan makmur. Korupsi juga menciptakan penurunan kredibilitas pemerintah dan bahkan pengeroposan mentalitas pembangunan bangsa.

Perolehan index persepsi korupsi masih cukup rendah, menjadikan bangsa indonesia dipandang sebagai bangsa yang korup sehingga hal ini mempengaruhi aspek jati diri kepercayaan dan bahkan kedaulatan bangsa dan membuat investor serta kreditur ragu masuk ke Indonesia.

Undang-undang Dasar 1945 mengatur peran BPK untuk turut melawan korupsi, dalam Pasal 23 E Undang-undang 1945 mengatakan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Tujuan dari pemeriksaan antara lain membantu para pengelola keuangan negara agar tidak ada penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Ini merupakan tugas penting bagi BPK karena tanpa pengelolaan keuangan yang baik dan benar mustahil kesejahteraan rakyat dapat terwujud.

“Korupsi menjadi satu hal yang harus kita sama-sama perangi untuk mempercepat dan memperluas tingkat kesejahteraan rakyat betul-betul terwujud bagi seluruh rakyat Indonesia” tegas Ketua BPK.

Jika uang negara banyak dikorupsi tentu akan menghambat pembangunan yang berakibat salah sasaran bahkan bisa mengalami kegagalan. Imbasnya adalah rakyat miskin dan anak terlantar akan terus meningkat, Lebih lanjut peran BPK dalam melakukan pemeriksaan tentu sangat dibutuhkan karena sudah menjadi marwah BPK untuk melakukan pemeriksaan dan memastikan bahwa uang negara sudah dikelola dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan dan digunakan sesuai dengan tujuan.

Jika ada temuan penyelewengan atau korupsi, BPK diwajibkan menyampaikan kepada aparat penegak hukum, dengan demikian BPK dapat turut mendorong terwujudnya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel serta dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara serta Pasal 8 Ayat 3 dan 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, dengan jelas menyatakan apabila dalam pemeriksaan apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Laporan BPK sebagaimana dimaksud dijadikan dasar penyidikan oleh para pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, sehingga konstruksi hubungan antara BPK dengan instansi yang berwenang untuk mewujudkan tata kelola yang bersih dan bertanggungjawab makin terlihat jelas.

Terkait dengan tugas dan wewenang BPK terhadap permasalahan hukum yang dialami BPK dengan pemangku kepentingan baik secara normatif maupun dalam paktek beberapa tahun terakhir ini dihadapkan kepada gugatan hukum baik secara perdata maupun tata usaha negara. Selain itu terdapat uji materiil terhadap undang-undang yang menggugat kewenangan BPK, termasuk didalamnya permohonan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 13 Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 11 Huruf C Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK terkait pemberian keterangan ahli oleh BPK dalam proses peradilan mengenai kerugian negara atau daerah. Dengan adanya gugatan atas pemeriksaan hasil BPK menunjukan belum dipahami tugas dan fungsi BPK dalam melakukan pemeriksaan. Dalam perkembangannya gugatan tidak saja terhadap BPK namun juga diajukan kepada kementerian, lembaga dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang melakukan tindak lanjut hasil rekomendasi LHP BPK. Hal tersebut tentunya dapat menghambat tindak lanjut yang dilakukan kemeterian, lembaga dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota atas hasil pemeriksaan BPK.

Turut hadi dalam acara ini Anggota I BPK, Agung Firman Sampurna, Kaditama Binbangkum, Nizam Burhanuddin, para Kepala Perwakilan, serta peserta yang mewakili lembaga peradilan, kejaksaan, kepolisian dan KPK dari wilayah Indonesia Timur.

Bagikan konten ini: