BERITA UTAMA

Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik PELNI Didukung SPI yang Memadai

JAKARTA, Humas BPK - Anggota VII BPK/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII, Hendra Susanto, mengatakan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau PELNI telah memperhitungkan secara wajar tagihan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation/PSO) tahun 2021.

Selain itu, Anggota VII BPK menambahkan, pelaksanaan kewajiban pelayanan publik tahun 2021 PELNI juga telah didukung oleh sistem pengendalian intern (SPI) yang memadai, serta telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam semua hal yang material.

"Hal ini berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan pada semester I tahun 2022. BPK mengapresiasi capaian PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) dan anak perusahaan tersebut," ujar Anggota VII BPK pada penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Laut Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Dalam Negeri Tahun 2021 kepada Direktur Utama (Dirut) PELNI, Tri Andayani, di Kantor PELNI, Jakarta, Rabu (27/7).

Namun demikian, BPK masih menemukan ketidaksesuaian dan ketidakakuratan dalam perhitungan kewajiban pelayanan publik. Oleh karena itu, BPK melakukan koreksi terhadap perhitungan nilai kewajiban pelayanan publik bidang angkutan laut penumpang kelas ekonomi tahun 2021 dengan koreksi sebesar Rp57,04 miliar.

"Total nilai PSO unaudited sebesar Rp2,34 triliun dengan koreksi sebesar Rp57,04 miliar, sehingga nilai PSO audited menjadi sebesar Rp2,28 triliun," terangnya.

Ketidaksesuaian dan ketidakakuratan itu terjadi karena terdapat kesalahan dalam perhitungan Satuan Dasar Unit Muatan (SDUM). Selain itu, Anggota VII BPK menambahkan, masih terdapat biaya yang tidak termasuk dalam komponen biaya yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 10 Tahun 2021, serta masih terdapat biaya atas kegiatan di luar periode PSO Tahun 2021.

Permasalahan lain yang perlu mendapat perhatian, Anggota VII menyebutkan, yaitu perhitungan Satuan Dasar Unit Muatan (SDUM) belum menggunakan jarak dan jumlah muatan riil. Dan pengadaan suku cadang untuk kegiatan running repair yang memenuhi definisi aset tetap dan melebihi batas minimal kapitalisasi belum dicatat sebagai aset tetap.

Anggota VII BPK berharap, Dirut PELNI beserta jajarannya berkomitmen untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK. "Untuk menjamin agar rekomendasi ditindaklanjuti, dilakukan pemantauan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan," ujarnya.

Hadir dalam kesempatan ini Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama) VII BPK, Novy G.A. Pelenkahu, Dewan Komisaris PELNI, jajaran direksi di lingkungan PELNI dan anak perusahaan PELNI, serta tim pemeriksa di lingkungan Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) VII BPK.

Bagikan konten ini: