BERITA UTAMA

Polri Berhasil Mempertahankan Opini WTP dari BPK 8 Kali Berturut-turut

JAKARTA, Humas BPK - Dalam pemeriksaan atas Laporan Keuangan (LK) Kepolisian Repubil Indonesia (Polri) Tahun 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak menemukan permasalahan signifikan yang berdampak kepada kewajaran penyajian LK. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, Laporan Keuangan Polri, telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Polri tanggal 31 Desember 2020, dan realisasi anggaran, operasional, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Dengan demikian, opini atas Laporan Keuangan Polri Tahun 2020 memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Hal tersebut diungkapkan Anggota I BPK/ Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I Hendra Susanto saat menyerahkan secara langsung Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Polri Tahun 2020 kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, di Markas Besar Polri Jakarta, Selasa (29/06/2021)

Dalam acara yang digelar secara fisik terbatas ini, Anggota I BPK menyatakan bahwa hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Polri selama 7 (tujuh) Tahun Anggaran berturut-turut memperoleh opini WTP, sehingga pada tahun 2020, Polri berusaha keras untuk melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan opininya tersebut.

"Perlu kami sampaikan dalam kesempatan ini bahwa dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian tidak berarti Laporan Keuangan Polri bebas dari kesalahan. BPK masih menemukan kelemahan dalam Sistem Penbgendalian Intern (SPI) maupun permasalahan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu diperbaiki," ujar Anggota I BPK dalam acara yang turut diikuti oleh Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono, Auditor Utama Keuangan Negara I Novy G.A. Pelenkahu, dan para Perwira Tinggi dan Pejabat Utama di lingkungan Polri.

Kelemahan SPI yang menjadi perhatian BPK antara lain Realisasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) kurang saji sebesar Rp115,38 Miliar. Hal tersebut terjadi karena Mekanisme penarikan PHLN melalui letter of credit (L/C) tidak dikoordinir melalui Pusat Keuangan (Puskeu) Polri namun supplier/beneficiary langsung mengirimkan Commercial Invoice kepada negotiating bank yang selanjutnya akan diteruskan ke Bank Indonesia selaku issuing bank L/C.

Anggota I BPK menjelaskan bahwa BPK juga menemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu terdapat kelebihan bayar atas ketidaksesuaian spesifikasi barang, kurang volume pekerjaan pada realisasi belanja barang dan belanja modal peralatan dan mesin tahun 2020 di beberapa satuan kerja Polri sebesar Rp17,70 miliar dan terdapat kekurangan penerimaan negara dari denda atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang belum dipungut sebesar Rp8,40 miliar.

Selain itu, terdapat kelebihan pembayaran atas pertanggungjawaban kegiatan belanja operasional yang tidak sesuai ketentuan dari beberapa satuan kerja Polri sebesar Rp803,38 juta.

"Sebelum LHP diserahkan BPK, dalam rangka menindaklanjuti kelebihan bayar dan kekurangan penerimaan negara, pihak Polri dan pihak lain yang terkait telah melakukan penyetoran ke kas negara sebesar Rp15,67 miliar. BPK menyampaikan apresiasi kepada beberapa satuan kerja yang telah menindaklanjuti temuan pemeriksaan BPK ketika pemeriksaan masih berlangsung," imbuhnya.

Anggota I BPK mengingatkan kembali bahwa sesuai Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK, pelaksanaan dan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dilakukan melalui Sistem Informasi.

"Dengan penerapan Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut atau yang lebih dikenal dengan SIPTL, diharapkan seluruh entitas di lingkungan Auditorat Utama Keuangan Negar (AKN) I dapat menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan mudah dan cepat. Karena berdasarkan ketentuan ayat (1) Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004, rekomendasi BPK wajib ditindaklanjuti," tegasnya.

Bagikan konten ini: