BERITA UTAMA

BPK Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung Terkait Pemeriksaan atas PT. Asuransi Jiwasraya

JAKARTA, Humas BPK - Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersama dengan Kejaksaan Agung menggelar rapat koordinasi terkait pemeriksaan PT. Asuransi Jiwasraya, di Kantor Pusat BPK, Jakarta, pada Rabu (8/1/2020).

Dalam keterangannya dalam konferensi pers, Ketua BPK, Agung Firman Sampurna menjelaskan bahwa dalam kurun 2010 sampai dengan 2019, setidak-tidaknya BPK telah dua kali melakukan pemeriksaan atas PT. Asuransi Jiwasraya (PT AJS) yaitu Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Tahun 2016 dan Pemeriksaan Investigatif (Pendahuluan) Tahun 2018.

Dalam PDTT Tahun 2016, BPK mengungkap 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan dan biaya operasional PT AJS Tahun 2014 sampai dengan 2015. Temuan-temuan dari pemeriksaan tersebut antara lain investasi pada saham TRIO, SUGI, dan LCGP Tahun 2014 dan 2015 tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai, PT AJS berpotensi menghadapi risiko gagal bayar atas transaksi pembelian medium term note pada PT. Hanson Internasional (HI) dan PT AJS kurang optimal dalam mengawasi reksadana yang dimiliki dan terdapat penempatan saham secara tidak langsung di satu perusahaan yang bekinerja kurang baik.

Menindaklanjuti hasil PDTT Tahun 2016 tersebut, BPK melakukan Pemeriksaan Investigatif Pendahuluan yang dimulai pada tahun 2018. Hasil pemeriksaan investigatif menunjukkan adanya penyimpangan-penyimpangan yang berindikasi fraud atau kecurangan dalam pengelolaan Saving Plan dan Investasi. BPK juga mendapat permintaan dari DPR dengan Surat Nomor PW/19166/DPR RI/XI/2019 tanggal 20 November 2019 untuk melakukan PDTT atas permasalahan PT AJS.

Sementara itu dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi pada PT AJS, BPK mendapat Permintaan Penghitungan Kerugian Negara dari Kejaksaan Agung, yaitu melalui Surat tertanggal 30 Desember 2019. Berdasarkan hal tersebut, saat ini BPK sedang melakukan dua pekerjaan yaitu: Pemeriksaan Investigatif untuk memenuhi menindaklanjuti Permintaan DPR dan menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan Investigatif Pendahuluan dan Penghitungan Kerugian Negara atas Permintaan Kejaksaan Agung.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Pemeriksaan Investigasi Pendahuluan yang dilakukan sejak tahun 2018 diketahui bahwa permasalahahan pada PT AJS sebenarnya telah terjadi sejak lama, meskipun sejak tahun 2006 perusahaan masih membukukan laba, namun sebenarnya laba tersebut adalah laba semu sebagai dari akibat dari rekayasa akuntansi atau window dressing dimana sebenarnya perusahaan telah mengalami kerugian.

Selain itu, pada tahun 2017 PT AJS membukukan laba sebesar Rp360,3 miliar namun memperoleh opini adverse atau tidak wajar akibat kecurangan pencadangan sebesar Rp7,7 trilyun. Jika pencadangan dilakukan sesuai ketentuan seharusnya perusahaan menderita kerugian.

Pada tahun 2018, PT AJS membukukan kerugian (unaudited) sebesar Rp15,3 trilyun dan sampai dengan September 2019 diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp13,7 trilyun. Pada posisi November 2019 PT AJS diperkirakan mengalami negative equity sebesar Rp27,2 trilyun. Kerugian tersebut terjadi terutama karena PT AJS menjual produk saving plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga obligasi dan deposito, dan hal ini dilakukan secara masif sejak tahun 2015. Dana dari saving plan tersebut diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah sehingga menimbulkan adanya negative spread dan ini mengakibatkan tekanan likuiditas pada PT AJS, yang pada akhirnya menimbulkan gagal bayar.

Pada tanggal 30 Desember 2019 Kejaksaan Agung telah mengirimkan Surat Permintaan kepada BPK untuk melakukan penghitungan kerugian negara pada kasus PT AJS. Permintaan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pemaparan oleh pihak Kejaksaan Agung kepada BPK. Dari hasil pemaparan tersebut BPK menyimpulkan terjadi penyimpangan (perbuatan melawan hukum) dalam pengumpulan dana dari produk Saving Plan maupun penempatan investasi dalam bentuk saham dan reksadana yang mengakibatkan adanya kerugian negara. Namun nilai kerugian negara yang nyata dan pasti baru dapat ditentukan setelah BPK melakukan pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara.

“BPK saat ini terus bekerja sama dengan pihak Kejaksaan Agung untuk dapat menghitung nilai Kerugian Negara dalam kasus tersebut, dan direncanakan dapat selesai dalam waktu paling cepat dua bulan. BPK akan sepenuhnya mendukung pihak Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum pada kasus PT AJS.”, tegas Ketua BPK.

Lebih lanjut Ketua BPK mengatakan bahwa selain melakukan melakukan penghitungan kerugian negara, BPK juga mulai melakukan Pemeriksaan Investigatif pada PT AJS. Tujuan Pemeriksaan Investigatif ini adalah untuk mengungkap adanya ketidakpatuhan, ketidakpatuhan yang berindikasi kecurangan (fraud), serta indikasi kerugian negara dan/atau unsur pidana dalam pengelolaan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Kemudian Kejaksaan Agung mengatakan bahwa dalam pengungkapan memerlukan waktu karena transaksi yang terjadi sebanyak lima ribu lebih sehingga Kejaksaan Agung tidak boleh gegabah dan BPK sangat membantu sekali dalam rangka pengungkapan kasus ini. Jaksa Agung S.T. Burhanuddin mengatakan bahwa Kejaksaan Agung ingin siapa yang paling bertanggungjawab dalam kasus PT AJS ini.

“Insya Allah dalam waktu dua bulan masyarakat sudah dapat mengetahui siapa para para pelaku yang melakukan kasus yang sangat besar ini”, tutup Jaksa Agung.

Hadir dalam konferensi pers ini Wakil Ketua BPK, Agus Joko Pramono, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara (KN) I, Hendra Susanto, dan Pimpinan Pemeriksaan KN VII, Daniel Lumban Tobing.

Bagikan konten ini: