BERITA UTAMA

BPK RI Temukan 14.854 Kasus Senilai Rp30,87 Triliun

Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) menemukan 14.854 kasus senilai Rp30,87 triliun selama pemeriksaaan di semester I Tahun 2014. Dengan rincian 8.323 kasus senilai Rp30,87 triliun merupakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dan 6.531 kasus merupakan kelemahan Sistem Pengendalian Intern.

Demikian diungkapkan Ketua BPK Harry Azhar Azis ketika menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) Tahun 2014 kepada Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan dalam sidang paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, 2 Desember 2014. Acara penyerahan IHPS I Tahun 2014 ini dihadiri juga oleh para Anggota BPK dan pejabat di lingkungan BPK RI.

Terkait 8.323 kasus ketidakpatuhan, Ketua BPK menyatakan sebanyak 4.900 kasus senilai Rp25,74 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan pmenerimaan.

Pada semester I Tahun 2014, BPK melakukan pemeriksaan atas 670 objek pemeriksaan, terdiri dari 559 pemeriksaan keuangan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan badan lainnya. Kemudian 16 objek pemeriksaan kinerja dan 95 pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Selama proses pemeriksaan, Lanjut Harry Azhar Azis, BPK telah menyelamatkan uang/aset negara senilai Rp6,34 triliun. Nilai tersebut berasal dari penyerahan asset atau penyetoran ke kas Negara/daerah dan perusahaan milik Negara/daerah. "Senilai Rp6,34 triliun yang berasal dari tindak lanjut entitas atas temuan ketidakpatuhan, diantaranya senilai Rp5,73 triliun merupakan penyetoran dari penjualan migas bagian Negara," papar Ketua BPK di hadapan para Anggota DPR RI.

Pada pemeriksaan semester I Tahun 2014 ini, BPK menemukan permasalahan signifikan yang perlu mendapat perhatian oleh pemerintah, lembaga perwakilan dan seluruh pemangku kepentingan. Permasalahan tersebut antara lain, mengenai persiapan penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah. Berdasarkan pemeriksaan atas 184 LKPD, BPK menemukan ketidaksiapan pemerintah Daerah menerapkannya.

BPK RI juga menemukan permasalahan pada program KTP elektronik. BPK menemukan, antara lain, ketidakefektifan senilai Rp357,20 miliar dan kasus kerugian negara senilai Rp24,90 miliar. Dalam pendistribusian KTP elektronik, BPK menemukan masalah tidak tercapainya target pendistribusian sampai dengan tanggal kontrak berakhir.

Selanjutnya yang perlu mendapat perhatian juga adalah mengenai pengalihan PT Askes menjadi BPJS Kesehatan dan PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK menemukan, antara lain, master file peserta penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan belum akurat; tunggakan iuran Askes Sosial senilai Rp943,30 miliar belum diselesaikan oleh pemerintah daerah; dan pembentukan dana pengembangan Jaminan Hari Tua penyangga di BPJS Ketenagakerjaan senilai Rp1,36 triliun mengakibatkan peserta tidak menerima seluruh dana Tahun 2012.

"Atas permasalahan signifikan tersebut, BPK mengharapkan kepada pemerintah untuk segera menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi yang diberikan," jelas Harry Azhar Azis.

Sementara itu, terkait dengan Temuan BPK RI yang berindikasi unsur pidana, Ketua BPK menjelaskan selama periode Tahun 2003 s.d. Semester I Tahun 2014, BPK RI telah melaporkan 441 temuan senilai Rp43,42 triliun kepada Aparat Penegak Hukum. Dari 441 temuan tersebut, BPK menyampaikan kepada Kepolisian RI sebanyak 61 temuan, Kejaksaan RI sebanyak 205 temuan dan 175 temuan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Sedangkan untuk Semester I Tahun 2014, BPK RI telah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mengandung unsur pidana kepada APH sebanyak 9 (Sembilan) temuan senilai Rp944,81 miliar," tegas Harry Azhar Azis.

Selain menyerahkan IHPS I Tahun 2014, BPK juga menyampaikan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Lima Tahun (IHPL) periode semester II Tahun 2009 s.d. semester I Tahun 2014. IHPL berisi informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam periode lima tahun.

Selama lima tahun ini, BPK telah menerbitkan 6.900 LHP yang memuat 22.337 kasus yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp20,93 triliun, potensi kerugian negara sebanyak 5.441 kasus senilai Rp52,91 triliun, dan kasus kekurangan penerimaan senilai Rp38,73 triliun.

IHPL juga memuat hasil pemeriksaan terkait dengan prioritas RPJMN, antara lain mengenai pembangunan kesejahteraan rakyat. Dalam program pendidikan, BPK menemukan jumlah pendidik dan tenaga kependidikan belum sesuai kebutuhan dan penyebarannya tidak merata. "BPK menemukan masih banyak sekolah yang kekurangan guru di tingkat SD, SMP dan SMA/SMK," urai Ketua BPK.

Diakhir penjelasannya, Ketua BPK mengatakan efektifitas dari hasil pemeriksaan BPK apabila LHPnya ditindaklanjuti oleh entitas terperiksa. Untuk itu diharapkan peran pengawasan DPR RI dalam mendorong efektifitas tindaklanjut tersebut.

Bagikan konten ini: