BPK Ungkap Permasalahan dalam Pengelolaan Perizinan pada Kementerian Investasi/BKPM
JAKARTA, Humas BPK - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah permasalahan penting dalam pengelolaan perizinan pertambangan mineral, batubara, dan kehutanan pada Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Hal tersebut diungkap Anggota II BPK/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara II Daniel Lumban Tobing saat menyampaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas kepatuhan pengelolaan perizinan pertambangan mineral, batubara dan kehutanan tahun 2021 s.d triwulan III tahun 2022 pada Kementerian Investasi/BKPM, Selasa (17/9).
Permasalahan tersebut di antaranya adalah belum memadainya pengawasan atas laporan berkala dari pelaku usaha dalam sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA). "Permasalahan ini cukup krusial karena dapat menghambat pengawasan terhadap aktivitas pertambangan dan memberikan informasi yang tidak akurat kepada publik," ungkap Anggota II BPK.
Hal tersebut mengakibatkan profil pelaku usaha sektor pertambangan minerba dan kehutanan tidak ter-update secara lengkap dari aspek penilaian kepatuhan administrasi dan kepatuhan teknis, dan pemilihan objek pemantauan tahun berikutnya oleh sistem OSS RBA tidak melalui parameter hasil penilaian kepatuhan pelaku usaha.
"Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan Menteri Investasi/Kepala BKPM agar mengimplementasikan proses pengawasan laporan berkala dan penilaian kepatuhan administrasi sesuai ketentuan," sebutnya pada kegiatan yang dihadiri Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani, Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala BKPM Yuliot Tanjung, Auditor Utama Keuangan Negara II Nelson Ambarita dan para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kementerian Investasi/BKPM.
Selain itu, Kementerian Investasi/BKPM harus membuat kesepakatan bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk melaksanakan pengawasan perizinan berusaha melalui subsistem pengawasan secara komprehensif, yang akan diintegrasikan secara SSO melalui subsistem pengawasan pada OSS RBA.
Permasalahan lain yang diungkap oleh Anggota II BPK adalah pelaporan kegiatan penanaman modal belum sepenuhnya memadai dan penerapan sanksi peringatan tertulis belum dilakukan secara tertib sesuai ketentuan.
"Hal tersebut mengakibatkan data capaian realisasi investasi di sektor kehutanan, mineral logam dan batubara yang diinformasikan kepada publik tidak handal dan dapat menyesatkan stakeholder dalam pengambilan keputusan," imbuhnya.
Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM agar mengembangkan fitur Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) pada subsistem pengawasan OSS RBA, yang dapat memberikan informasi nilai realisasi investasi yang akurat dan mampu mengirimkan notifikasi kepada pelaku usaha yang tidak mematuhi pelaporan LKPM, serta melaksanakan pembinaan dan pengawasan kepada pelaku usaha untuk memenuhi kewajiban menyampaikan LKPM.