RUANG EDUKASI

Pemeriksaan Jarak Jauh, Adaptasi Baru di Era “New Normal”

Perkembangan teknologi yang masif belakangan ini mendorong adanya perubahan gaya hidup baru dalam semua bidang, tidak terkecuali bagi Pemeriksa Keuangan Negara.

Terkini, banyak entitas telah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta memanfaatkan Enterprise Resource Planning (ERP) System untuk mengintegrasikan perencanaan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki.

Pada sisi lain, Pandemi Covid-19 juga menghadapkan setiap orang dengan perubahan pola hidup, sehingga harus beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi dan informasi.

Pemeriksa Keuangan pun dituntut untuk dapat beradaptasi dalam berbagai kondisi, termasuk melakukan pemeriksaan jarak jauh saat menghadapi kondisi yang tak biasa dalam kehidupan "new normal". di mana pemeriksaan akan lebih banyak memanfaatkan penggunaan teknologi informasi dan big data analytics.

Pemeriksaan jarak jauh sejatinya telah didengungkan sejak satu dekade lalu, seiring dengan penerapan aplikasi dan digitalisasi pada sektor publik.

Dalam praktiknya, walaupun harus melaksanakan pemeriksaan jarak jauh, tidak berarti Pemeriksa dapat mengabaikan standar kualitas dalam melaksanakan penugasannya.

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), Standar Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM), Pedoman Manajemen Pemeriksaan (PMP), Enam Pilar Standar Pengendalian Mutu BPK, dan berbagai panduan yang diterbitkan BPK memberikan batasan minimum yang tetap harus dipenuhi Pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya.

Pemeriksaan jarak jauh sejatinya menjadi cara bagaimana Pemeriksa mengumpulkan berbagai bukti yang cukup dan tepat agar Pemeriksa dapat memberikan kesimpulan atas hasil pemeriksaannya.

Merespons kondisi tersebut, Direktorat Litbang BPK RI telah menyusun Panduan Pemeriksaan Jarak Jauh yang dipakai sebagai pedoman bagi para Pemeriksa dalam merencanakan, melaksanakan, melaporkan, sampai dengan memantau tindak lanjut rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan jarak jauh.

Dalam Guidelines for Auditing Management Systems (ISO 19011:2018) dinyatakan bahwa pemeriksaan jarak jauh adalah metode yang diperkenalkan untuk membantu Pemeriksa menjalankan penugasan ketika mereka tidak dapat hadir secara langsung di lokasi pemeriksaan karena adanya alasan keamanan atau hambatan lain.

Melalui pemeriksaan jarak jauh, Pemeriksa melakukan seluruh atau sebagian prosedur pemeriksaan secara jarak jauh atau remote.

Secara spesifik, ISO 19011:2018 mendefinisikan pemeriksaan jarak jauh sebagai penggunaan teknologi informasi komunikasi untuk mengumpulkan informasi, mewawancara personel entitas, dan hal lainnya manakala pertemuan secara langsung tidak dimungkinkan atau tidak diinginkan.

Tahap pemeriksaan jarak jauh pada hakikatnya sama dengan tahapan pemeriksaan konvensional. Meskipun demikian, terdapat perbedaan pada bentuk, cara pengumpulan, serta analisis bukti.

Sebagai contoh, pemeriksaan konvensional pada tahap wawancara atau permintaan keterangan dan klarifikasi dilakukan secara tatap muka langsung dan diperoleh bukti Berita Acara Wawancara atau Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) yang ditandatangani secara bersama-sama.

Sedangkan pada pemeriksaan jarak jauh dilakukan melalui media komunikasi tertentu dan diperoleh bukti Berita Acara Wawancara atau BAPK yang diterima secara daring dan ditandatangani secara terpisah, dilengkapi dengan video/rekaman diskusi/konfirmasi yang disertai daftar hadir elektronik atau bukti tangkapan layar penyelenggaraan wawancara atau permintaan keterangan dan klarifikasi.

Kelebihan dan Kekurangan

Pemeriksaan jarak jauh dipandang dapat menjembatani masalah kurangnya sumber daya dan biaya operasional dalam pemeriksaan konvensional. Dengan demikian, pemeriksaan jarak jauh didorong untuk diterapkan tidak hanya dalam kondisi darurat akibat pandemi COVID-19, tetapi juga dalam kondisi normal pada entitas yang memungkinkan sesuai hasil analisis kelayakan pemeriksaan jarak jauh.

Pemeriksaan jarak jauh memiliki beberapa kelebihan, seperti menghemat biaya perjalanan dinas, memperluas cakupan pemeriksaan, mempermudah pelibatan tenaga ahli di bidang tertentu, mendorong pemanfaatan teknologi untuk memperkuat dokumentasi dan pelaporan pemeriksaan, serta meningkatkan kolaborasi.

Meskipun demikian, penerapan pemeriksaan jarak jauh dapat terbentur beberapa kendala, misalnya pemeriksa, entitas, maupun pihak yang disepakati untuk melakukan pengujian secara jarak jauh tidak mampu untuk mengoperasikan alat bantu, media, dan teknologi yang akan digunakan dalam pemeriksaan.

Kendala lain yang bisa terjadi adalah kemungkinan penyebarluasan video, livestream, temuan pemeriksaan, dokumen pemeriksaan, dan lain-lain akibat proses transfer atau pengiriman dokumen. Penggunaan aplikasi gratis pun memungkinkan terjadinya kebocoran data saat Pemeriksa ataupun entitas mengolah dokumen dan mentransmisikan data.

Secara umum, pemeriksaan jarak jauh memiliki kekurangan dibandingkan dengan pemeriksaan secara konvensional. Sebagai contoh, bagi sebagian Pemeriksa pengamatan secara langsung di lapangan tidak tergantikan, seperti melihat, mencium, dan menyentuh secara langsung sampel yang akan diuji, mengamati bahasa tubuh, dan lain-lain.

Sehingga pemeriksaan jarak jauh memberikan keterbatasan bagi Pemeriksa dalam memberikan catatan atau rekomendasi perbaikan.

Tak hanya itu, dokumen yang diterima dalam bentuk scan dan fotokopi pada dasarnya bukan merupakan dokumen elektronik melainkan dokumen fisik yang disampaikan secara elektronik, sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang lemah (Pasal 1885 KUH Perdata dan Putusan MA 3609/K/Pdt/1985).

Panduan Pemeriksaan

Meskipun menghadapi berbagai kendala dan kekurangan, pemeriksaan jarak jauh menjadi kebutuhan yang tidak terelakkan. Dengan demikian, pemeriksaan jarak jauh perlu direncanakan dengan baik sehingga kendala dan kekurangan tersebut dapat diminimalkan.

Mempertimbangkan berbagai kondisi di atas dan untuk meminimalkan risiko pemeriksaan jarak jauh dan menjamin hasil pemeriksaan yang diperoleh, Direktorat Litbang BPK RI melalui Subdirektorat Litbang PDTT, menyusun Panduan Pemeriksaan Jarak Jauh.

Panduan ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi Pemeriksa dalam perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, tindak lanjut, serta pengendalian dan penjaminan mutu pemeriksaan jarak jauh. Dengan demikian, Pemeriksa memiliki acuan yang sama dalam penugasan pemeriksaan jarak jauh.

Selain itu, agar Pemeriksa tetap dapat memenuhi standar pemeriksaan dan meminimalkan terjadinya risiko hukum walaupun pemeriksaan dilakukan secara jarak jauh.

Panduan memberikan referensi pedoman tata cara entry meeting, review dokumen, wawancara, pengujian sistem pengendalian intern, pengujian substantif, serta exit meeting secara jarak jauh.

Sedangkan pengujian substantif jarak jauh yang diuraikan dalam panduan ini mencakup pengujian kas, persediaan, dan belanja modal (khususnya pada proyek konstruksi).

Panduan ini dapat digunakan untuk pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu sepanjang relevan.

Meskipun menjadi panduan khusus dalam pemeriksaan jarak jauh, panduan ini melengkapi perangkat lunak lain yang telah ada sebelumnya, seperti SPKN, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Keuangan, Juklak Pemeriksaan Kinerja, Juklak Pemeriksaan Kepatuhan, dan perangkat lunak lainnya yang menjadi acuan bagi BPK dalam melaksanakan peran dan fungsinya dengan kualitas yang memenuhi standar. (*)

(Oleh: Fitri Yuliantri Permana, Pranata Humas Muda)

Bagikan konten ini: