Wakil Ketua BPK: Modal BUMN Merupakan Kekayaan Negara
Wakil Ketua BPK, Hasan Bisri menyatakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seluruh atau sebagian modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara dalam APBN yang dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.
“Pengertian kekayaan negara yang dipisahkan adalah dipisahkan dari APBN, bukan dipisahkan dari negara,” tegas Hasan Bisri ketika menyampaikan keynote speech dalam acara diskusi bertema “Kekayaan Negara yang Dipisahkan. Apakah Tidak Termasuk Keuangan Negara?” di Auditorium Kantor Pusat BPK RI, Jakarta, 12 September 2013.
Wakil Ketua juga menjelaskan bahwa penerimaan dan pengeluaran BUMN tidak dicatat sebagai penerimaan/pengeluaran APBN. “Artinya, bukan dipisahkan dari negara dan bukan memisahkan kepemilikan tetapi hanya memisahkan catatan akuntansinya masing-masing,” ungkap Wakil Ketua di hadapan para peserta diskusi yang menghadirkan pembicara Pakar Hukum Bagir Manan dan Romli Atmasasmita, Mantan Anggota BPK Baharuddin Aritonang, Tenaga Ahli BPK Siswo Sujanto serta Anggota DPR Nusron Wahid. Acara ini dipandu oleh pakar komunikasi politik Effendi Ghazali.
Penyertaan Modal Negara pada BUMN akan dicatat sebagai belanja modal atau belanja investasi pada APBN. Penerimaan bagian laba (dividen) dari BUMN akan dicatat dalam APBN sebagai PNBP. Kekayaan bersih BUMN yang menjadi hak negara akan dicatat sebagai asset (Investasi Permanen) dalam laporan keuangan pemerintah pusat.
Terkait dengan gugatan uji materi atas Pasal 2 huruf g dan huruf i UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf b, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, serta Pasal 11 huruf a UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, dapat disimpulkan penggugat berpendapat bahwa lingkup keuangan negara hanyalah APBN.
Hasan Bisri berpendapat apabila gugatan itu dikabulkan maka akan berdampak negatif pada sistem pengelolaan keuangan negara. Dampak tersebut di antaranya, lembaga pemerintah yang dibentuk dengan Undang-undang seperti LPS, BPJS, OJK, BI yang di dalamnya terdapat kekayaan negara yang dipisahkan, dengan sendirinya bukan lagi merupakan bagian keuangan negara.
Dampak lainnya, kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN/BUMD, lanjut Wakil Ketua, bukan lagi bagian dari keuangan negara, tapi masuk dalam kategori keuangan privat. Semua tindakan korupsi yang terjadi pada perusahaan privat, tidak masuk kategori Tindak Pidana Korupsi, tapi Tindak Pidana Umum. Dikhawatirkan pemerintah daerah atau masyarakat akan menggugat bahwa keuangan daerah juga bukan bagian dari keuangan negara.
Akibatnya, BPK tidak punya kewenangan lagi melakukan pemeriksaan terhadap BUMN dan kekayaan negara yang dipisahkan, dan dengan sendirinya BPK tidak punya kewenangan lagi untuk mengevaluasi kantor akuntan publik yang melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan negara yang dipisahkan, khususnya BUMN/D. “Hal tersebut tidak sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah,” tegas Hasan Bisri.