BERITA UTAMA

BPK RI bersama BI, Kemenkeu, dan APH Bahas Persoalan Lindung Nilai

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) bersama Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Polri, KPK, Kejaksaan Agung, dan BPKP mengadakan rapat koordinasi tentang Lindung Nilai (Hedging) untuk Kepentingan Bangsa dan Mencegah Moral Hazard. Rapat yang berlangsung pada 19 Juni 2014 di Auditorium BPK RI, Jakarta, ini dipimpin oleh Ketua BPK RI, Rizal Djalil, dan dihadiri Gubernur BI, Agus Martowardojo, Menteri Keuangan, M. Chatib Basri, Kabareskrim Polri, Suhardi Alius, Jampidus Widyopramono, Deputi Penindakan KPK, Warih Sadono, serta Deputi Bidang Investigasi BPKP, Eddy Mulyadi Soepardi.

Rapat ini juga diikuti oleh Wakil Ketua BPK RI, para Anggota BPK RI, serta para pejabat dan auditor di lingkungan BPK RI. “Rapat koordinasi ini erat kaitannya dengan kepentingan publik,” tegas Rizal Djalil. Rapat bertujuan untuk koordinasi pengamanan rupiah melalui transaksi lindung nilai, adanya kesamaan sudut pandang terhadap transaksi lindung nilai utang pemerintah dan kewajiban valas BUMN khususnya terkait kerugian yang timbul akibat selisih kurs dalam pelaksanaan hedging, serta mendorong adanya kebijakan pencegahan kecurangan sebagai akibat dari implementasi transaksi lindung nilai utang pemerintah.

Dalam rapat tersebut, Gubernur BI menjelaskan, nilai tukar merupakan salah satu faktor utama di tengah perekonomian dunia yang berfluktuasi oleh beragam sebab. “Salah satu solusi untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar adalah melakukan transaksi lindung nilai,” jelasnya. Lindung nilai ini merupakan strategi manajemen risiko bagi perusahaan yang memiliki aset, kewajiban, penerimaan, atau beban sekarang dan akan datang dalam bentuk valuta asing.

“Lindung nilai dapat menghindari risiko nilai tukar. Dalam pertemuan ini jelas seandainya ada satu BUMN atau lembaga negara melakukan hedging itu tidak membuat kerugian negara, tidak membuat kerugian foreign exchange, tapi masuk kategori biaya untuk melakukan lindung nilai,” tambah Gubernur BI.

Menteri Keuangan mengapresiasi inisiatif yang dilakukan BPK RI dalam menyelenggarakan rapat koordinasi ini. Ia juga menegaskan bahwa perhatian ke depan, UU APBN dapat menyebut kewajiban yang timbul dari transaksi lindung nilai bukan merupakan kerugian negara, namun masih diperlukan kesepahaman bersama antara kementerian keuangan, BPK, KPK, Polri, Kejagung tentang terminologi kerugian negara, misalnya terkait selisih kurs.

Ketua BPK RI menyebutkan, rapat koordinasi menghasilkan kesepahaman bahwa transaksi lindung nilai memiliki konsekuensi biaya dan sepanjang transaksi dilakukan dengan konsisten, konsekuen, dan akuntabel sesuai perundang-undangan, maka biaya itu bukan merupakan kerugian negara

“Rapat juga menghasilkan, bahwa implementasi kebijakan lindung nilai diharapkan membuat pembayaran utang luar negeri tidak terganggu oleh pelemahan rupiah terhadap mata uang asing. Namun, implementasi ini juga bisa menimbulkan kerugian karena selisih kurs walaupun nilainya tidak sebesar jika tanpa dilakukan hedging,” jelas Ketua BPK RI.

Dalam rapat juga dibahas bahwa regulasi sudah ada namun ada potensi tumpang tindih. Menurut Rizal Djalil, dibutuhkan reviu regulasi sehingga rapat koordinasi ini menyepakati pembentukan tim teknis untuk melakukan reviu ketentuan dan memperjelas aturan pelaksanaannya serta melakukan sosialisasi.

Bagikan konten ini: